TEMPO.CO, Jakarta - Alih-alih mendapat sambutan dari rekan-rekan setanah air, warga Ukraina yang dievakuasi dari Cina karena wabah virus Corona diprotes oleh warganya sendiri.
Julia Volok mengatakan beberapa teman evakuasi mengharapkan sambutan hangat kedatangan mereka di Ukraina setelah akhirnya dievakuasi dari pusat epidemi virus Corona di provinsi Hubei, Cina, minggu ini.
Namun, Volok, seorang mahasiswa studi Bahasa Cina berusia 26 tahun, dan rekan-rekannya melihat bus mereka dilempari batu atau benda-benda lain oleh pengunjuk rasa pada hari Kamis ketika mereka mendekati sanatorium di mana mereka telah memulai karantina wajib dua minggu.
"Kami mendengar jendela pecah dan semua orang jatuh ke lorong," katanya, seperti dikutip Reuters, 22 Februari 2020.
"Tidak ada negara yang menyambut warganya seperti itu," katanya. "Kami dibombardir, sebagai musuh rakyat, dan ini sangat tidak menyenangkan....Kami tidak melakukan kesalahan pada siapa pun."
Meskipun berulang kali diyakinkan dari pemerintah bahwa tidak ada bahaya, para pengunjuk rasa takut terinfeksi oleh virus tersebut. Ukraina tidak memiliki kasus virus Corona yang dikonfirmasi dan pemerintah mengatakan semua pengungsi diperiksa sebelum diizinkan pulang ke negara mereka.
Protes telah mereda dan Volok dan yang lainnya kini telah menetap di sanatorium, bergabung dengan Menteri Kesehatan Zoriana Skaletska, yang akan tinggal di sana selama masa karantina mereka dalam tindakan solidaritas setelah kekerasan hari Kamis.
Salah satu warga Ukraina di dalam sanatorium, Aleksandra Volkova, telah mengunggah cuplikan di media sosial sebuah ruangan di dalam fasilitas yang memiliki perabotan, pintu yang tidak mengunci, dan pancuran yang katanya menyetrumnya.
Tetapi Volok menekankan bahwa ini adalah masalah kecil dan bahwa para pengungsi senang dan juga berterima kasih kepada polisi, beberapa di antaranya terluka saat melindungi mereka dari para demonstran.
"Fakta bahwa pintu tidak menutup adalah masalah kecil. Kami tidak di sini seumur hidup, dua minggu tidak lama," katanya.
Kamarnya memiliki TV. Para tahanan telah diberikan kartu SIM untuk melakukan panggilan telepon. Mereka akhirnya bisa makan makanan Ukraina setelah menghabiskan waktu di luar negeri.
"Salad bit sangat enak," kata Volok.
Dia telah berada di Cina selama satu setengah tahun, belajar bahasa Cina di Beijing, dan telah berada di Wuhan di provinsi Hubei pada hari libur.
Dia menghabiskan minggu-minggu terakhirnya di sana diam di rumahnya, menunggu untuk dievakuasi, dan hidup dari makanan yang sudah dia simpan di rumahnya.
Presiden Volodymir Zelensky marah dengan aksi protes terhadap evakuasi dari Hubei, mengatakan bangsanya telah jatuh kembali ke Abad Pertengahan.
"Kalian tahu, kami selalu mengatakan bahwa Ukraina adalah Eropa. Sejujurnya, kemarin, kita kadang-kadang tampak seperti Eropa pada Abad Pertengahan," kata Zelensky, dikutip dari RT.
RT membagikan beberapa video media sosial ketika kerusuhan terjadi.
Riot police violently quash #coronavirus quarantine protesters in a #Ukrainian village
MORE: https://t.co/6emEcaEANu pic.twitter.com/4T9gT2OjDd
— RT (@RT_com) February 20, 2020
#Ukrainian protesters hurl stones at buses carrying #Wuhan #coronavirus evacuees in #NovyeSanzhary
MORE: https://t.co/6emEcaEANu pic.twitter.com/VgZ9wk9uwg
— RT (@RT_com) February 20, 2020
Puluhan penduduk desa berusaha menghalangi jalan menuju Novye Sanzhary, di wilayah Poltava di Ukraina tengah, dan menghentikan rencana pemerintah untuk mengkarantina pengungsi Ukraina dari Wuhan di sana.
Penghadang jalan mereka dibuka paksa polisi menggunakan kendaraan lapis baja dan menangkap beberapa penduduk setempat.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga sempat mengimbau penduduk setempat untuk menunjukkan belas kasihan kepada sekitar 70 orang yang telah dievakuasi dari provinsi Hubei dengan penerbangan charter.
"Sayangnya, tidak semua dari kita bereaksi secara manusiawi. Upaya untuk memblokir jalan, memblokir rumah sakit, dan mencegah warga Ukraina memasuki negara, jauh dari menunjukkan sisi terbaik dari karakter nasional kita," kata presiden Ukraina.