TEMPO.CO, Jakarta - Sanksi-sanksi Amerika Serikat dan Eropa yang dijatuhkan pada Damaskus hanya menciptakan satu tujuan yakni mendorong masyarakat Suriah melawan Damaskus dan menjalankan agenda barat.
Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam wawancara eksklusif dengan RT.com mengatakan larangan yang diterbitkan Uni Eropa dan Amerika Serikat pada akhirnya mentargetkan masyarakat Suriah sehingga rakyat menyalahkan pemerintah atas kesengsaraan mereka.
Dalam wawancara itu Assad menjelaskan negara-negara barat terus memperbaharui sanksi-sanksi setiap tahun selama hampir satu dekade. Tujuan lain sanksi ini adalah menghukum masyarakat Suriah karena menolak tunduk pada tekanan.
Asap membubung usai serangan yang dilancarkan pemberontak Suriah pro-Turki di atas kota Ras al Ain, Suriah, 16 Oktober 2019. Perang antara milisi pemberontak Suriah pro-Turki dengan pasukan Kurdi Suriah kembali pecah sejak militer AS menarik diri dari perbatasan. REUTERS/Murad Sezer
Presiden Assad melihat sanksi-sanksi didorong sebagai upaya putus asa untuk menjatuhkan Damaskus, yang sejauh ini selamat dari perang saudara yang pahit dan kehadiran teroris skala besar. Rencana ini ditakdirkan gagal karena opini publik tidak akan terombang-ambing dengan mudah.
“Ini juga mungkin kesempatan terakhir untuk mendorong masyarakat melawan pemerintah. Mereka pada musim dingin tahun lalu sudah mencobanya, namun tidak berhasil karena masyarakat tahu keseluruhan cerita dan kebohongan ini,” kata Assad.
Suriah dihujani sanksi sejak 2011. Diantara sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat adalah membekukan asetd-aset pemerintah Suriah dan mengembargo penjualan minyak negara itu. Larangan ekspor, penjualan dan suplai jasa serta investasi dari Amerika Serikat juga berdampak pada Suriah.
Sedangkan sanksi dari Uni Eropa tidak berdampak begitu parah, namun menjadi pukulan pula terhadap perekonomian Suriah. Diantara sanksi itu larangan dagang, pembekuan aset, larangan bepergian dan embargo senjata.