TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam untuk membatalkan RUU Ekstradisi setelah tiga bulan demonstrasi dipertanyakan.
Enam hari setelah sekitar 1 juta orang turun ke jalan pada 9 Juni untuk menentang RUU Ekstradisi, Kepala Eksekutif Carrie Lam Cheng Yuet-ngor menangguhkan undang-undang tetapi menolak untuk mencabutnya. Kemudian, pada 16 Juni, diperkirakan 2 juta pengunjuk rasa kembali turun ke jalan menentang rancangan undang-undang.
Sejak itu, Hong Kong telah diguncang oleh protes dan Lam terus berpegang pada RUU Esktradisi. Tetapi baru dalam tiga minggu terakhir pemimpin Hong Kong yang berada di posisi sulit berubah pikiran setelah mendengarkan seruan-seruan yang hampir bulat dari berbagai kelompok, termasuk para pemimpin politik dan masyarakat, untuk menarik RUU Ekstradisi, menurut laporan South China Morning Post, 6 September 2019.
Menurut sumber yang mengetahui posisi pemerintah mengatakan bahwa keputusan kepala eksekutif untuk menarik kembali rancangan undang-undang itu menunjukkan ketulusannya dalam mencoba membangun dialog dengan berbagai sektor untuk menemukan solusi atas krisis politik Hong Kong.
Lam mengadakan pertemuan 19 pemimpin kota senior dan politisi di kediamannya pada 24 Agustus untuk bertukar pikiran cara untuk menengahi dialog dengan mereka yang berada di belakang protes anti-pemerintah.
Sebagian besar dari mereka mengatakan kepadanya bahwa ia harus menangani dua tuntutan utama para pemrotes: penarikan penuh dari undang-undang ekstradisi yang ditunda saat itu dan peluncuran penyelidikan independen terhadap protes, termasuk penggunaan kekerasan oleh polisi.
Lam mengadakan pertemuan tertutup dua hari kemudian dengan sekitar 20 orang muda, kebanyakan berusia 20-an dan 30-an.
"Suara-suara orang muda yang dikonsultasikan dengan kepala eksekutif tentang penarikan RUU itu sangat vokal," kata sumber itu. Mereka juga mendesaknya untuk memenuhi permintaan itu dan permintaan utama lainnya untuk komisi penyelidikan.
"Kepala eksekutif telah memperhatikan pandangan mereka tentang penarikan RUU. Kami tidak berpikir ada perbedaan materi antara penarikan formal dan tidak melakukannya," kata sumber itu. "Penarikan penuh adalah cara termudah untuk meredakan ketegangan yang sedang berlangsung di kota."
"Itu satu-satunya di antara lima tuntutan yang bisa kita setujui. Kami tidak dapat menawarkan lebih banyak karena empat tuntutan lainnya melibatkan masalah prinsip."
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam menghadiri konferensi pers di Hong Kong, Cina, 18 Juni 2019.[REUTERS / Tyrone Siu]
Pemerintah tidak dapat menyetujui permintaan penyelidikan independen karena masalah tersebut harus ditangani oleh Dewan Pengaduan Polisi Independen (IPCC), kata sumber.
Keputusan Lam sebelumnya untuk menunda RUU tersebut, yang akan memungkinkan ekstradisi para penjahat ke Cina daratan dan yurisdiksi lain di mana kota itu tidak memiliki perjanjian, gagal mengesankan para demonstran.
Mereka berargumen bahwa selama RUU itu tetap ada dalam agenda legislatif, ada setiap kemungkinan RUU itu dapat didebat ulang dalam masa jabatan Dewan Legislatif saat ini yang berakhir tahun depan.
Lam bersikeras penangguhan RUU itu untuk menandai niat pemerintah agar Hong Kong menjadi tempat yang aman, sehingga tetap menjadi tujuan yang layak dan sah.
Pada 9 Juli, Carrie Lam yang terkepung menyatakan RUU itu "mati", menekankan tidak ada kemungkinan itu akan diajukan. Para kritikus kembali mengecam Lam karena kesombongannya karena tidak ingin terlihat mundur.
Dia mengatakan minggu lalu dia tidak akan menerima tuntutan pemrotes, termasuk penarikan RUU tersebut.
"Ini bukan masalah tidak menanggapi, itu adalah pertanyaan tidak menerima tuntutan itu," kata Carrie Lam, dengan alasan tidak pantas bagi pemerintah untuk mengakomodasi tuntutan, mengingat kekerasan dan fakta bahwa pemerintah Hong Kong telah membuang RUU Ekstradisi.