TEMPO.CO, Ankara – Pemerintah Turki bakal mulai memasang sistem anti-serangan rudal S-400 di sejumlah wilayah pada Oktober 2019.
Baca:
Menteri Pertahanan Turki, Hulusi Akar, seperti dilansir Sputnik News pada Jumat, 8 Maret 2019, mengatakan,”Pengerahan S-400 bakal dimulai pada Oktober. Angkatan Udara sedang mempelajari wilayah yang lebih baik untuk lokasi pemasangan.”
Akar mengatakan pemilihan sistem senjata buatan Rusia bukanlah sebuah pilihan melainkan sebuah kebutuhan. Pada saat yang sama, Ankara dan Washington, bakal terus menjajaki pembelian sistem anti-serangan rudal Patriot.
Sebelumnya, Menlu Turki, Mevlut Cavusoglu, mengatakan tidak ada satu negarapun yang berhak mencegah pembelian senjata S-400 oleh Turki. Terlebih, jika negara itu tidak mau menjual sistem senjatanya ke Ankara.
Baca:
Baru-baru ini, pejabat kemenlu Amerika Serikat mengatakan Turki bakal terkena sanksi kedua dan kehilangan akses ke jet tempur F-35 jika melanjutkan pembelian S-400.
Rusia dan Turki menyepakati pembelian empat batalyon S-400 senilai US$2.5 billion atau sekitar Rp35.8 triliun pada Desember 2007. Sistem anti-serangan rudal ini dirancang untuk mencegat serangan pesawat tempur musuh, drone, rudal balistik dan jelajah. Rusia mengklaim sistem rudal ini tercanggih di dunia.
Baca:
Dalam wawancara dengan televisi lokal seperti dilansir Arab News, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan Turki menjajaki pembelian S-500, yang merupakan sistem senjata anti-serangan rudal tercanggih yang dimiliki Rusia saat ini.
“Itu kesepakatan yang telah selesai. Kami akan melanjutkan dengan produksi bersama. Mungkin S-400 akan berlanjut dengan S-500,” kata Erdogan.
Baca:
Dia menangapi pernyataan dari Komandan Tertinggi AS di NATO yaitu Jenderal Curtis Scaparrotti baru-baru ini. Dia mengatakan negara anggota NATO perlu mempertimbangkan lagi rencana pembelian S-400 dari Rusia atau akan kehilangan kesempatan mebeli produk militer AS di masa depan. Menurut dia, penggunaan S-400 oleh Turki menjadi ancaman bagi jet tempur terbaru AS yaitu F-35.