TEMPO.CO, Paris – Sekitar 280 ribu orang menggelar aksi unjuk rasa di berbagai kota dan daerah termasuk di ibu kota Paris, Prancis, memprotes kenaikan pajak bahan bakar.
Baca:
Mereka mengecam kebijakan Presiden Emmanuel Macron dengan membuat barikade untuk menutup sejumlah jalan raya, terowongan, dan akses ke bandara.
Satu pengunjuk rasa tewas dan 227 orang lainnya terluka dalam aksi yang berlangsung pada Sabtu, 17 November 2018. Menurut News, unjuk rasa berlangsung di 2000 titik dari ibu kota Paris hingga kota-kota lain.
Baca:
“Ada terlalu banyak pajak di Prancis,” kata Veronique Lestrade, salah satu pengunjuk rasa yang meramaikan demonstrasi di pinggir Kota Paris, seperti dilansir Reuters pada Sabtu, 17 November 2018 waktu setempat.
Lestrade mengaku keluarganya mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Para pengunjuk rasa berteriak agar Macron, yang baru memerintah selama 18 bulan ini, mengundurkan diri. Macron, yang disebut oposisi sebagai ‘Presiden untuk orang kaya’ mengalami penurunan popularitas hingga ke titik terendah yaitu 21 persen.
Baca:
Prancis mengenakan kenaikan tarif pajak untuk bahan bakar minyak, dan tembakau selain menaikkan iuran kesejahteraan sosial. Pajak diesel, yang ditujukan untuk mengarahkan publik menggunakan mobil ramah lingkungan, justru menimbulkan tekanan besar bagi keuangan masyarakat saat harga minyak naik pada akhir 2017.
“One dead and 106 injured in fuel tax protests in France” pic.twitter.com/vz1wuo4Ow2
— Ruth (@heatherybank) November 17, 2018
Para pengunjuk rasa menggunakan rompi berwarna kuning seperti petugas jalan raya sehingga disebut ‘unjuk rasa jaket kuning’.
Baca:
Polisi menahan 73 orang hingga Sabtu malam. Sebagian pengunjuk rasa terlihat masih tersebar di beberapa titik pada malam hari. Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa yang mencoba menutup terowongan di bawah Gunung Mont-Blanc di pegunungan Alps. Polisi juga menghalau demonstran di sekitar Istana Elysee di Paris dan di Kota Lyon.
“Saya memilih Macron dengan senang hati pada 2017, tapi dia justru mengolok-olok kami,” kata Dominique Jouvert, 63 tahun, seorang pegawai sipil yang berunjuk rasa di Lyong. “Tidak ada diskusi dengan dia, tidak ada dialog. Dia arogan,” kata Jouvert yang berjanji tidak akan memilih Macron untuk periode kedua Presiden Prancis.