TEMPO.CO, Jakarta - Mendiang pemimpin gerakan Lebanon Hizbullah, Hassan Nasrallah, sempat menyetujui gencatan senjata sementara dengan Israel beberapa hari sebelum tewas di Beirut. Hal ini diungkapkan Menteri Luar Negeri Lebanon Abdallah Bou Habib dalam wawancara kepada CNN pada Kamis 3 Oktober 2024.
Pada 25 September Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan mitranya Presiden Prancis Emmanuel Macron mengeluarkan pernyataan bersama untuk gencatan senjata antara Israel dan Lebanon.
"Dia (Nasrallah) setuju... Kami sepenuhnya sepakat. Lebanon menyetujui gencatan senjata dengan berkonsultasi dengan Hizbullah. Ketua Parlemen (Lebanon) Nabih Berri berkonsultasi dengan Hizbullah dan kami memberi tahu pihak Amerika dan Prancis tentang apa yang terjadi. Mereka mengatakan kepada kami bahwa (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu juga menyetujui pernyataan yang dikeluarkan kedua presiden (Biden dan Macron)," kata Menlu Bou Habib kepada CNN.
Menteri Bou Habib juga menyatakan bahwa semua pihak yang terlibat menyetujui usulan yang diajukan oleh kedua presiden tersebut.
Bou Habib menambahkan bahwa Lebanon mengandalkan bantuan Amerika Serikat sebab mereka berperan "sangat penting" dalam situasi ini dan Beirut tampaknya tidak memiliki opsi lain.
Nasrallah wafat dalam serangan udara Israel di Beirut pada 27 September.
Israel dan Hizbullah yang berbasis di Lebanon saling meluncurkan serangan roket dan serangan udara sejak pekan lalu.
Rezim Zionis itu mengirim pasukan melintasi perbatasan pekan ini dan bentrokan di darat dimulai lebih awal pada Rabu. Serangan rudal yang dilancarkan Iran terhadap Israel pada Selasa sebagai balasan atas kematian Nasrallah, dianggap hanya memperburuk ketegangan di kawasan tersebut.
Akibatnya, banyak negara mengevakuasi warga mereka dari Lebanon karena faktor ketidakamanan.
Pilihan Editor: Terungkap, Ali Khamenei Sudah Peringatkan Hassan Nasrallah Soal Rencana Israel untuk Membunuhnya
ANTARA