TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat akan menghentikan pengisian bahan bakar untuk pesawat tempur koalisi pimpinan Arab Saudi dalam perang Yaman.
Keputusan ini diumumkan oleh pihak Koalisi Arab pada Sabtu 10 November dan dikonfirmasi oleh Washington, seperti dilaporkan dari Reuters, 11 November 2018. Keputusan disepakati ketika kematian warga sipil dalam serangan udara Yaman semakin meningkat dan sanksi potensial atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di konsulat Istanbul pada 2 Oktober.
Baca: Latih Pilot Arab Saudi di Perang Yaman, Parlemen Kecam AU Inggris
Amerika Serikat dan Inggris akhir bulan lalu menyerukan gencatan senjata di Yaman untuk mendukung upaya yang dipimpin AS untuk mengakhiri perang empat tahun yang telah menewaskan lebih dari 10.000 orang dan memicu krisis kemanusiaan paling parah di dunia.
"Baru-baru ini, Kerajaan Saudi dan Koalisi Arab meningkatkan kemampuannya untuk secara mandiri melakukan pengisian bahan bakar pesawat di Yaman. Akibatnya, dalam konsultasi dengan Amerika Serikat, Koalisi telah meminta penghentian dukungan pengisian bahan bakar udara untuk operasinya di Yaman," kata pihak Koalisi Arab.
Pilot Angkatan Udara Arab Saudi di kokpit pesawat tempur F-15 di pangkalan militer Khamis Mushayt.[PressTV]
Seorang staf Senat AS mengatakan keputusan itu adalah langkah untuk mencegah perdebatan yang berpotensi merusak dan memberikan suara di Kongres. Iklim politik di Capitol Hill telah berubah berpaling dari Arab Saudi atas pembunuhan kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi dan perang di Yaman, kata staf tersebut. Ia mengatakan beberapa anggota parlemen Republik yang sebelumnya menentang menangguhkan pengisian bahan bakar sekarang mendukung langkah itu.
Namun AS tidak akan membatasi bantuan intelijen kepada koalisi, dan akan melanjutkan dukungan intelijen terbatas untuk mendukung Arab Saudi, kata seorang pejabat pertahanan.
Baca: Inggris Desak PBB Keluarkan Resolusi Damaikan Yaman
Uni Emirat Arab, mitra Arab Saudi dalam pertempuran di Yaman, juga mencari cara untuk mengakhiri peran UEA dalam perang di Yaman, menurut tiga pejabat yang akrab dengan masalah tersebut. Uni Emirat ARab telah meminta pemerintahan Trump untuk membantu mengurangi kehadiran UEA di negara yang dilanda perang, tetapi juga meminta AS untuk membantu dengan proses diplomatik yang akan menghilangkan ancaman rudal Houthi.
Orang-orang memeriksa kerusakan salah satu rumah setelah hancur oleh serangan udara di ibu kota Yaman, Sanaa, 25 Februari 2016. [REUTERS / Mohamed al-Sayaghi]
Arab Saudi memiliki 23 pesawat untuk operasi pengisian bahan bakar, termasuk enam Airbus 330 MRTT yang digunakan untuk Yaman, sementara Uni Emirat Arab memiliki enam pesawat Airbus, berdarakan laporan Al Arabiya.
Arab Saudi juga memiliki sembilan pesawat Hercules KC-130 yang bisa digunakan untuk mengisi bahan bakar.
Menteri Pertahanan AS Jim Mattis mengatakan pemerintah AS telah berkonsultasi mengenai keputusan tersebut dan bahwa Washington mendukung langkah tersebut sambil terus bekerja dengan koalisi untuk meminimalkan korban sipil dan memperluas upaya kemanusiaan.
Baca: Abaikan Gencatan Senjata AS, Koalisi Arab Kembali Bom Yaman
Setiap keputusan terkoordinasi oleh Washington dan Riyadh bisa menjadi upaya untuk mencegah tindakan yang terancam di Kongres pekan depan oleh anggota parlemen atas operasi pengisian bahan bakar.
Namun, penghentian pengisian bahan bakar bisa memiliki sedikit efek praktis pada konflik di Yaman, yang dilihat sebagai perang proksi antara Arab Saudi dan Iran. Hanya seperlima dari pesawat Koalisi Arab yang membutuhkan pengisian bahan bakar di udara dari Amerika Serikat selama perang Yaman, kata pejabat AS, seperti dikutip dari NBC News.