TEMPO.CO, West Virginia – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menggambarkan hubungannya dengan pemimpim tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, sebagai hangat ibarat sepasang kekasih.
Baca:
“Kami saling jatuh cinta,” kata Trump saat menggelar pawai akbar di Wheeling, West Virginia, pada Sabtu, 29 September 2018 waktu setempat seperti dilansir Newsweek.
Kepada para pendukungnya yang datang, Trump bercerita Korea Utara merupakan ancaman keamanan besar bagi AS sebelum dia dilantik sebagai Presiden AS pada Januari 2017.
Baca:
Namun, berkat kemampuannya membangun hubungan hangat dengan Kim saat keduanya menggelar pertemuan puncak di Singapura pada Juni 2018, ketegangan antara kedua negara mengendur.
“Itu masalah yang sangat-sangat besar,” kata Trump mengenai Korea Utara di hadapan para pendukungnya yang heboh. “Dan kalian tahu, saat saya melakukannya, dan saya benar-benar bersikap tegas begitu juga dia. Dan kami maju mundur lalu kami jatuh cinta, ok. Betul, dia menulis surat – surat yang indah dan itu surat-surat yang hebat. Lalu, kami jatuh cinta.”
Baca:
Lalu Trump bersikap seakan-akan mengantisipasi reaksi media soal pernyataannya bahwa dia jatuh cinta kepada seorang diktator yang dikabarkan bersikap brutal dengan membunuh banyak warganya sendiri, termasuk anggota rezim dan keluarganya.
“Betapa mengerikannya itu, sikap yang Presiden tidak layak lakukan,” kata Trump dengan nada mengecam sambil mencemooh ke arah media yang meliput.
Trump mengutip nama Presiden Barack Obama dengan mengulangi klaim yang tidak memiliki dasar bahwa Obama bersiap berperang melawan Korea Utara sebelum jabatannya berakhir pada 2017.
Baca:
“Presiden Obama mengatakan kepada saya sesaat sebelum saya bertugas sebagai Presiden bahwa masalah utama terbesar yang dihadapi AS adalah Korea Utara. Dan dia (Obama) mengatakan nyaris berperang tapi waktunya sebagai Presiden keburu habis.”
Trump juga mengolok bekas Presiden George H. W. Bush, yang terkenal dengan pernyataan ‘ribuan titik cahaya’. Menurut Trump,”Tidak ada seroang pun yang paham maksudnya.”
Trump berencana, seperti dilansir Reuters, untuk menggelar pertemuan puncak kedua untuk melanjutkan pembicaraan soal denuklirisasi meskipun waktu dan lokasi pertemuan belum diumumkan. Soal ini, tiga pejabat senior AS yang terlibat dalam proses diskusi dengan Korea Utara mengatakan belum ada kemajuan berarti menyangkut penghentian program senjata nuklir dan program rudal balistik.