TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan Venezuela yang ingin melahirkan kini terpaksa meninggalkan negaranya menuju Brazil karena kurangnya perawatan pra-kelahiran, obat-obatan dan popok. Tercatat di perbatasan Brazil, tiga bayi Venezuela dilahirkan setiap hari.
"Bayi saya akan mati jika saya tetap tinggal. Tidak ada makanan atau obat-obatan, tidak ada dokter," kata Maria Teresa Lopez, yang melahirkan pada Senin malam 20 Agustus secara cesar di rumah sakit bersalin Boa Vista, ibukota negara perbatasan Brazil Roraima, seperti dilaporkan Reuters, 23 Agustus 2018.
Baca: Krisis Parah, Listrik Padam di Ibukota Venezuela
Lopez, 20 tahun, terpaksa pergi sejauh 800 kilometer dari rumahnya di delta sungai Orinoco ke perbatasan Brazil lima bulan lalu. Dia adalah salah satu dari beberapa ratus ribu orang Venezuela yang melarikan diri dari krisis ekonomi dan politik di Venezuela, sementara sebagian besar lainnya melarikan diri ke negara tetangga Kolombia.
Cecilia, warga Venezuela menggendong bayinya di rumah sakit bersalin di Boa Vista, negara bagian Roraima, Brazil 21 Agustus 2018. [REUTERS / Nacho Doce]
Gelombang besar imigran Venezuela telah membebani layanan sosial di negara bagian Roraima dan menyebabkan peningkatan kejahatan, prostitusi, penyakit, dan insiden xenofobia.
"Kami telah mencapai batas kemampuan. Ada antrean panjang di rumah sakit kami, dan kami tidak memiliki peralatan yang cukup untuk menangani begitu banyak orang yang membutuhkan perawatan medis," kata walikota Boa Vista, Teresa Surita.
3.000 tunawisma dan warga Venezuela yang tidak divaksinasi di Boa Vista telah menyebabkan wabah campak.
Baca: IMF Sebut Inflasi 1 Juta Persen, Venezuela Redenominasi Bolivar
Kelahiran bayi-bayi Venezuela di rumah bersalin Boa Vista melonjak menjadi 566 pada tahun lalu dan 571 pada paruh pertama 2018 dari angka 288 pada 2016, ketika aliran pengungsi Venezuela dimulai, ungkap data departemen kesehatan Roraima.
Koordinator keselamatan kesehatan Roraima, Daniela Souza, mengatakan bahwa negara bagian hanya memiliki satu rumah sakit bersalin dan kelebihan kapasitas, menyebabkan sejumlah pasien tidur di atas dipan di koridor. Suntikan, sarung tangan dan perlengkapan medis lainnya hampir habis.
"Ada 800 orang datang melintasi perbatasan setiap hari dan banyak perempuan dan anak-anak membutuhkan perawatan medis," kata Souza.
Irene, 23 tahun, warga Venezuela dari kota Santa Elena, menggendong bayinya yang baru berumur enam hari di rumah sakit bersalin Boa Vista, Roraima, Brazil, 21 Agustus 2018.[REUTERS/Nacho Doce]
Jumlah orang Venezuela yang mendatangi pusat-pusat medis negara bagian Brazil ini meningkat dari 700 pada 2014 menjadi 50.000 pada 2017, dan 45.000 hanya dalam tiga bulan pertama tahun ini.
Gubernur Roraima telah meminta Mahkamah Agung Brazil untuk menutup perbatasan agar dapat menangani krisis imigrasi. Namun Pemerintah federal di Brasilia menolak dengan alasan kemanusiaan.
Baca: Hasil Survei, Venezuela Negara Paling Berbahaya di Dunia
Carmen Jimenez, 33 tahun, yang tiba dari Ciudad Bolivar hamil delapan bulan dan melahirkan di rumah sakit Boa Vista, mengatakan dia kagum melihat begitu banyak ibu Venezuela di sana.
"Saya tidak akan kembali ke Venezuela sampai ada makanan dan obat-obatan, dan jalan-jalan aman lagi," katanya sambil menggendong putrinya yang berusia 4 hari, yang dinamai Amalia.
Maria Teresa Lopez, 20 tahun, warga Warao Indian dari Delta Amacuro, Venezuela, sedang menyusui anaknya yang baru berusia satu hari, Fabiola, di rumah sakit bersalin di Boa Vista, negara bagian Roraima, Brazil, 21 Agustus 2018.[REUTERS/Nacho Doce]
Lopez, seorang Indian Warao dari delta Orinoco, Venezuela, mengatakan dia hanya akan kembali untuk menjemput putri pertamanya, yang tetap tinggal bersama neneknya karena dia terlalu muda untuk perjalanan jauh.
Baca: 2 Pemuda Venezuela Manfaatkan Sampah Plastik dengan Print 3D
Brazil telah menerima dia dengan baik dan suaminya menemukan pekerjaan, dan memiliki pekerjaan sampingan seperti melukis dan memotong rumput, kata Lopez.
"Tidak ada yang tersisa bagi kita di sana. Saya tidak mendapatkan ultrasound sampai saya tiba di Brazil dan itu gratis. Saya ingin tinggal di sini," tambah Lopez.