TEMPO.CO, Singapura – Pemerintah Cina berharap pemerintah Australia tidak akan menyuarakan kecurigaan tak berdasar yang bisa mengganggu hubungan sehat dan stabil kedua negara.
Baca:
Kepala Intelijen Australia: Spionase Cina ke Australia Meningkat
Cina Hadang 3 Kapal Perang Australia di Laut Cina Selatan
“Kami berharap lewat upaya kedua pihak, kita bisa segera mengembalikan hubungan bilateral yang sehat dan stabil serta berkembang,” kata Wang Yi, menteri Luar Negeri Cina, dalam ASEAN Regional Forum di Singapura seusai bertemu Menlu Australia, Julie Bishop, pada Sabtu, 4 Agustus 2018 seperti dilansir SCMP dan Reuters pada Ahad, 5 Agustus 2018.
Wang Yi melanjutkan pemerintah Cina berharap Australia melakukan upaya lebih,”Demi kepentingan dua negara dan tidak curiga tanpa dasar.”
Wang Yi mengatakan ini seusai bertemu Bishop bahwa kedua negara sepakat untuk meningkatkan hubungan dan saling bertukar pandangan mengenai proteksionisme, Laut Cina Selatan, dan Korea Utara.
Soal ini, Bishop mengatakan pembicaraan berlansung sangat positif tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Baca:
Media Euronews melansir ketegangan Cina dan Australia dipicu tuduhan PM Malcolm Turnbull pada tahun lalu yang mengatakan Cina mencampuri urusan domestik Australia seperti di media massa, universitas, dan politik. Cina membantah tuduhan ini.
Seusai pertemuan Wang dan Bishop, pemerintah Cina juga membuat pernyataan lanjutan bahwa Beijing tidak pernah melakukan intervensi dalam kegiatan politik domestik negara lain atau melakukan operasi infiltrasi di luar negeri.
Pernyataan ini juga menjelaskan Bishop mengungkapkan kesediaan untuk memandang perkembangan Cina secara positif termasuk hubungan Australia – China. Bishop juga disebut mengatakan Austalia menolak proteksionisme dan bersedia bekerja sama dengan Cina untuk melanjutkan pembicaraan mengenai Regional Comprehensive Economic Parthnership.
Hubungan Cina dan Australia sempat menegang pada Mei 2018 ketika enam perusahaan minuman anggur asal Australia mengalami penundaan dalam proses di bea cuka Cina. Dua diantara perusahaan itu adalah Treasury Wine Estates dan Pernod Ricard. Peristiwa ini terjadi di tengah menegangnya hubungan dagang Cina dan AS terkait ekspor impor dan pengenaan kenaikan tarif kedua negara.