TEMPO.CO, Jakarta - Permasalahan yang banyak dihadapi oleh para TKI di Arab Saudi adalah gaji yang tak dibayar. Demi membela hak-hak para pahlawan devisa itu, Kedutaan Besar Indonesia di Riyadh, Arab Saudi atau KBRI membentuk tim penagih gaji atau debt collector.
Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh, kepada Tempo pada Selasa, 24 April 2018, menceritakan reaksi majikan saat ditagih untuk membayar kewajibannya kepada TKI umumnya terkejut. Ada pula yang mencoba berkelit, bahkan menantang dan mengancam. Akan tetapi ada juga yang kooperatif.
“Semua reaksi itu KBRI hadapi secara wajar, dengan mengutamakan kepentingan WNI,” kata Agus, yang lebih suka menyebut TKI dengan sebutan WNI atau ekspatriat Indonesia.
Baca : TKI di Arab Saudi Hilang Kontak 28 Tahun Akhirnya Ditemukan
Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh, tengah, menyambangin para WNI yang bekerja kota Najran, yakni sebuah daerah rawan di Arab Saudi yang terdekat dengan Yaman. Sumber: KBRI Riyadh, Arab Saudi.
Menurutnya saat menagih pembayaran gaji para TKI, pihaknya sering mendapat penolakan dari majikan para TKI. Terlebih, jika TKI tersebut sudah tanda tangan atau cap jempol sebagai bukti menerima gaji, padahal kenyataannya uangnya masih ditahan oleh majikan.
Baca: Arab Saudi Bebaskan TKW dari Hukuman Mati
“Untuk kasus-kasus seperti ini, kita lakukan bid'ah diplomasi atau diplomasi yang tidak konvensional. Walaupun di Maktab Amal dinyatakan selesai dengan bukti-bukti dari majikan, tetapi kasusnya terus kita angkat melalui semua saluran,” kata Agus.
Demi memperjuangkan hak-hak para TKI ini, Agus menekankan pihaknya sampai berkirim surat ke gubernur tempat TKI bermasalah berada. Di Arab Saudi, seorang gubernur memiliki kewenangan yang sangat besar.
Berkirim surat pada gubernur harus dilakukan KBRI di Arab Saudi karena banyak terjadi TKI yang telah tandatangan dan cap jempol yang ‘menitipkan’ gajinya kepada majikan, namun TKI tersebut segan meminta gaji mereka selama bertahun-tahun kepada majikan karena telah diperlakukan sangat baik.