TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Pengadilan Kriminal Internasional atau ICC menunjuk Jaksa Fatou Bensouda untuk menginvestigasi kejahatan kemanusiaan saat terjadi pengusiran besar-besaran terhadap penduduk etnis Rohingya dari Myanmar. Investigasi ICC dilakukan kendati pemerintah Myanmar enggan bekerja sama.
“Kasus ini bukan sebuah pertanyaan abstrak, tetapi sebuah pertanyaan konkrit yang berdampak pada apakah ICC akan mengevaluasi yuridiksi sehingga dilakukan investigasi atau jika perlu melakukan eksekusi hukum,” kata Bensouda, seperti dikutip dari Reuters pada Selasa, 10 April 2018.
Baca :Krisis Rohingya, Hanya Indonesia yang Bisa Masuk ke Myanmar
Jenazah pengungsi Rohingya ditemukan di dalam hutan perbatasan Malaysia dengan Thailand. [Photo: Reuters]
Baca: Rohingya, Minoritas yang Paling Dipersekusi di Dunia
Alasam utama munculnya keraguan atas yuridiksi adalah Bangladesh merupakan anggota ICC. Sedangkan Myanmar bukan anggota ICC. Bensouda berargumen kejahatan lintas batas deportasi adalah wewenang yuridiksi ICC dan ini sejalan dengan penegakan prinsip-prinsip hukum. Akan tetapi, Bensouda mengakui adanya ketidak pastian mengenai definisi kejahatan deportasi dan batas-batas yuridiksi pengadilan mengenai hal ini.
PBB mencatat ada sekitar 700.000 penduduk etnis Rohingya yang terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka dan berlindung ke Bangladesh. Eksodus besar-besaran itu terjadi setelah sekelompok militan, yang diduga berasal dari suku Rohingya, menyerang sebuah pos keamanan militer Myanmar pada Agustus 2017 hingga akhirnya memicu eksodus warga Rohingya, yang disebut banyak pihak upaya pembersihan etnis.