TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rusia, Vladimir Putin, membuat keputusan mengejutkan semua pihak dengan memerintahkan penarikan sebagian besar pasukannya dari Suriah.
Menurut laporan televisi Suriah, keputusan itu diambil setelah Presiden Bashar al-Assad bertemu dengan Putin di pangkalan Angkatan Udara Rusia di Khmeimim, sebelah tenggara Latakia, Senin pagi, 11 Desember 2017, waktu setempat.
Presiden Russia Vladimir Putin berbicang dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad saat berkunjung ke Kremlin di Moskow, Russia, 20 Oktober 2015. REUTERS
Baca: Peluk Putin, Assad: Terimakasih Sudah Selamatkan Suriah
Adapun kantor berita Rusia, Novosti, mengutip pernyataan Putin, yang mengatakan, "Tugas Rusia secara umum telah selesai setelah kaum teroris dibasmi." Putin juga memuji hasil yang dicapai pasukan Rusia. "Ibu pertiwi menunggu kalian semua untuk pulang," kata Putin sambil menambahkan keluarga, teman, anak dan istri para tentara sedang menunggu di rumah.
Baca: Rusia dan Turki Siap Akhiri Perang Suriah
Putin menyempatkan berkunjung ke Suriah sebelum terbang ke Mesir untuk bertemu dengan Presiden Abdel Fattah el-Sisi pada Senin malam.
Pemerintah Suriah adalah sekutu utama Suriah dalam perang saudara yang pecah sejak 2011 lalu. Rusia, menurut laporan Al Jazeera, mulai mengirimkan pasukan tempurnya pada September 2015 setelah mendapatkan permintaan resmi dari pemerintah Suriah guna menghadapi kelompok pemberontak.
Rusia telah membuat 268 pesawat pembom Tu-22. Menurut data majalah The Military Balance, Angkatan Udara Rusia mengoperasikan 62 pembom Tu-22M3. Bomber Tu-22M3 telah dilibatkan dalam kampanye memerangi ISIS di Suriah, dengan membombardir pos komando, gudang senjata, dan fasilitas ISIS lainnya. cdni.rbth.com
Sejak itu, Rusia melancarkan serangan udara ke posisi strategis para pemberontak, termasuk ke benteng pertahanan Koalisi Nasional Suriah, ISIS, Front al-Nusra dan kelompok perlawanan lain.
Sebelumnya, Putin pernah menandatangani undang-undang baru mengenai Angkatan Udara Rusia untuk tetap di Suriah selama 49 tahun sebagai bagian dari protokol perjanjian 2015 dengan pemerintah Damaskus.
Protokol ditandatangani Rusia dan Suriah pada Januari lalu. Isinya adalah mengatur isu terkait dengan penempatan angkatan udara militer di wilayah Damaskus. Perjanjian kemudian diadopsi parlemen Rusia (Duma) pada 14 Juli dan disetujui Senat lima hari kemudian.
AL JAZEERA | NBC NEWS | LA TIMES