Maersk Akui Kapal Kargo Amerika Serikat Diserang Rudal Houthi di Teluk Aden

Reporter

Kamis, 11 Juli 2024 18:55 WIB

Lokasi serangan yang diduga dilakukan Houthi di selatan Al Mukha, Yaman yang dilaporkan Badan Keamanan Maritim Inggris (UKMTO) pada 10 Juli 2024. UKMTO Photo

TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan raksasa peti kemas dunia A. P. Moller-Maersk Group mengakui bahwa kapal kargonya yang berbendera Amerika Serikat telah diserang kelompok milisi Houthi di Yaman. Ini serangan ketiga yang mereka alami.

“Kami dapat mengonfirmasi bahwa kapal Maersk Sentosa telah menjadi sasaran benda terbang di bagian paling utara Teluk Aden pada dinihari tanggal 9 Juli 2024,” kata Maersk dalam pengumumannya pada 10 Juli 2024.

“Tidak ada awak kapal yang cedera atau kerusakan pada kapal atau kargo yang dilaporkan,” kata Maersk. “Kapal melanjutkan pelayarannya menuju pelabuhan persinggahan berikutnya.”

Houthi sebelumnya menyatakan bahwa mereka telah menyerang Maersk Sentosa dengan rudal balistik canggih, yang mereka klaim mereka bikin sendiri. Maersk Sentosa adalah kapal kargo berbendera Amerika Serikat yang dioperasikan oleh Maersk Line Ltd., anak perusahaan Maersk.

Menurut India Shipping News, ini adalah serangan ketiga yang menimpa Maersk. Pada April lalu, Maersk Yorktown, kapal Maersk berbendera Amerika, juga diserang Houthi dalam dua insiden pada 9 dan 24 April 2024.

Advertising
Advertising

Serangan-serangan ini telah mengganggu bisnis Maersk, perusahaan peti kemas berbasis di Amerika Serikat. CEO A.P. Moller–Maersk Group, Vincent Clerc, mengakui bahwa serangan itu telah mengganggu pelayaran kapal-kapal mereka dan menaikkan tarif pengiriman kargo.

Sejak Oktober 2023, Houthi telah menyerang lebih dari 150 kapal Amerika Serikat, Inggris, dan Israel yang melintasi Laut Merah dan sekitarnya. Hal ini mereka lakukan sebagai repons terhadap serangan Israel ke Gaza.

“Gangguan ini, dan dampaknya terhadap bisnis Anda, bukanlah sesuatu yang saya, maupun rekan kerja di Maersk, anggap enteng. Kami tahu ini sulit. Kami tahu ini sulit bagi Anda. Kami tahu ini membuat Anda berada di bawah banyak tekanan,” kata Clerc dalam pertemuan dengan para pelanggannya baru-baru ini, sebagaimana dirilis Maersk.

Untuk saat ini, Maersk memutuskan untuk mengalihkan pelayaran kapal-kapalnya ke sekitar Afrika melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Clerc mengakui bahwa situasi ini sulit bagi operator dan bisnis yang membutuhkan pengangkutan kargo mereka.

Clerc mengkhawatirkan situasi ini akan berlanjut. “Semakin lama hal ini berlangsung, semakin besar biaya yang akan kami keluarkan. Kami belum tahu persis berapa banyak biaya yang akan kami pulihkan dan untuk berapa lama,” katanya.

Dalam dua hari terakhir, Houthi telah menyerang setidaknya empat kapal yang melintasi Laut Hitam, Laut Arab, dan sekitarnya. Badan Keamanan Maritim Inggris (UKMTO) melaporkan bahwa Houthi diduga telah menyerang sebuah kapal di selatan Al Mukha, yang dekat dengan Teluk Aden di perairan Yaman pada 10 Juli 2024. UKMTO tak menyebut identitas kapal itu.

Sementara itu, Houthi mengaku telah menyerang tiga kapal pada 10 Juli 2024. Pertama, MSC Patnaree, kapal kargo berbendera Liberia milik Mediterranean Shipping Company, perusahaan perkapalan besar berbasis di Swiss, yang diserang dengan sejumlah drone. Kedua, kapal kargo Marthopolis, yang dijalankan oleh Maersk Line. Ketiga, Maersk Sentosa, yang diserang dengan rudal balistik Houthi.

Mengapa Amerika Menyerang Houthi di Yaman? Baca selengkapnya: Militer Amerika Serikat Serang Houthi

Pilihan editor:

Berita terkait

Siapa Pembuat Pager Hizbullah yang Meledak?

12 menit lalu

Siapa Pembuat Pager Hizbullah yang Meledak?

Ratusan pager milik kelompok Hizbullah meledak di Lebanon pada Selasa, 17 September 2024. Siapa pembuat pager Hizbullah yang meledak?

Baca Selengkapnya

124 Negara Anggota PBB Sepakat Pendudukan Israel di Palestina Harus Berakhir

18 menit lalu

124 Negara Anggota PBB Sepakat Pendudukan Israel di Palestina Harus Berakhir

Sidang umum PBB akhirnya menyetujui resolusi bahwa Israel harus hengkang dari Palestina paling lambat tahun depan.

Baca Selengkapnya

Perusahaan Jepang 10 Tahun Lalu Setop Produksi Walkie Talkie yang Meledak di Lebanon

23 menit lalu

Perusahaan Jepang 10 Tahun Lalu Setop Produksi Walkie Talkie yang Meledak di Lebanon

Perusahaan Jepang ICOM mengaku telah menghentikan produksi walkie talkie yang meledak milik Hizbullah sejak 10 tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Hizbullah Gempur Israel Pertama Kali Sejak Ledakan Pager

1 jam lalu

Hizbullah Gempur Israel Pertama Kali Sejak Ledakan Pager

Hizbullah menggempur Israel sejak pertama kali sejak pager meledak serentak.

Baca Selengkapnya

Snowden Kecam Ledakan Pager Hizbullah: Israel Tak Bisa Dibedakan dengan Terorisme

2 jam lalu

Snowden Kecam Ledakan Pager Hizbullah: Israel Tak Bisa Dibedakan dengan Terorisme

Edward Snowden mengecam Israel atas ledakan pager Hizbullah. Ia menyebut Israel teroris.

Baca Selengkapnya

Jerman Disebut Hentikan Sementara Ekspor Senjata ke Israel

2 jam lalu

Jerman Disebut Hentikan Sementara Ekspor Senjata ke Israel

Izin ekspor senjata yang diterbitkan Jerman pada tahun ini mengalami penurunan dengan total hanya 14.5 juta euro.

Baca Selengkapnya

Sean Diddy Combs, Ikon Hiphop yang Kontroversial

3 jam lalu

Sean Diddy Combs, Ikon Hiphop yang Kontroversial

Sean Diddy Combs, rapper, musisi hiphop, produser, sekaligus pengusaha ini tengah menghadapi berbagai kontroversi.

Baca Selengkapnya

Arab Saudi Tolak Hubungan dengan Israel Tanpa Palestina Merdeka

4 jam lalu

Arab Saudi Tolak Hubungan dengan Israel Tanpa Palestina Merdeka

Pangeran MBS mengatakan Arab Saudi tak akan menjalin hubungan dengan Israel hingga Palestina merdeka.

Baca Selengkapnya

Walkie Talkie Hizbullah Meledak Usai Pager, 20 Tewas 450 Orang Terluka

5 jam lalu

Walkie Talkie Hizbullah Meledak Usai Pager, 20 Tewas 450 Orang Terluka

Ledakan walkie talkie milik Hizbullah kembali mengguncang Lebanon. Ratusan orang terluka.

Baca Selengkapnya

Alasan Brunei Darussalam Masuk Daftar Hitam Pemerintah Amerika Serikat

9 jam lalu

Alasan Brunei Darussalam Masuk Daftar Hitam Pemerintah Amerika Serikat

AS menganggap negara-negara di Tingkat 3 termasuk Brunei Darussalam tidak berbuat cukup banyak untuk bertindak melawan perdagangan manusia (TPPO).

Baca Selengkapnya