TEMPO.CO, JEDDAH— Kabar gembira datang dari Arab Saudi. Raja Salman mengeluarkan keputusan penting bahwa perempuan Saudi kini tak perlu memperoleh izin dari kerabat prianya untuk menerima layanan pemerintah seperti pendidikan maupun kesehatan.
Seperti dilansir Arab News, Jumat 5 Mei 2017, keputusan ini dikeluarkan oleh Raja Salman setelah menyetujui proposal hak asasi manusia dari Sekretariat Jenderal Dewan Kementerian Arab Saudi.
“Tapi izin dari kerabat pria tetap diperlukan jika terkait dengan hukum syariah,” demikian keputusan Raja Salman seperti dikutip dari harian Okaz.
Baca: Lagi, Perempuan Saudi Tuntut Hak Untuk Mengemudi
Meski perempuan Saudi masih diharuskan bepergian dengan kerabat pria, tetapi aturan baru ini berhasil melonggarkan tradisi yang telah berlangsung sejak Saudi didirikan.
Berkat aturan baru ini, perempuan Saudi sudah diizinkan belajar, memperoleh layanan kesehatan di rumah sakit, bekerja di sektor swasta maupun pemerintah, hingga mewakili dirinya sendiri di pengadilan tanpa izin kerabar pria.
“Perwalian kerabat menjadi hambatan bagi perempuan karena tak sedikit kerabat pria yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk mengambil keuntungan sendiri,” kata Maha Akeel, aktivis hak perempuan Saudi sekaligus direktur operasional Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Jeddah kepada Arab News.
“Perempuan Saudi sejatinya mandiri dan dapat mengurus dirinya sendiri,” ujar Akeel kepada Reuters.
Keputusan ini juga memperoleh sambutan hangat dari Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Arab Saudi Bandar bin Mohammed Al-Aiban. “Perempuan merupakan separuh dari penduduk Saudi, mereka akan menjadi partner terbaik dalam pembangunan negara.”
Baca: Bulan Depan, Perempuan Saudi Bebas Berolahraga di Gym
Namun suara sumbang juga terdengar menanggapi keputusan Raja Salman ini. Pejuang hak perempuan sekaligus penulis, Abdullah Al-Alami, menyebut aturan baru ini tidak mengatur secara detail kapan perempuan tak perlu meminta izin kerabat prianya.
“Aturan ini sekedar kosmetik untuk memuaskan dunia internasional,” tutur dia.
Pada 19 April lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa memilih Arab Saudi untuk bergabung dengan Komisi Pemberdayaan Perempuan, yang bertujuan untuk mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
Padahal, Arab Saudi menjadi satu-satunya negara di dunia yang memisahkan warga berdasar jenis kelaminnya, dimana perempuan hanya dapat beraktivitas di publik dengan izin kerabat prianya.
Mereka tak boleh menyetir dan membutuhkan izin untuk bepergian, belajar hingga memperoleh layanan kesehatan.
Arab Saudi berada di peringkat 141 dari 144 negara dalam Global Gender Gap 2016, hasil penelitian Forum Ekonomi Dunia tentang peran perempuan dalam partisipasi ekonomi, politik, pendidikan dan kesehatan.
Namun, sejumlah aturan baru telah dibuat untuk memberikan kesempatan kerja bagi perempuan Saudi.
Tren ini terjadi sejak 2011 ketika pemimpin Saudi saat itu, Raja Abdullah memperbolehkan perempuan masuk dalam dewan penasihat pemerintah, Dewan Syura. Perempuan Arab Saudi sudah boleh memilih dan dipilih dalam pemilu daerah, bekerja di sejumlah sektor industri hingga bertarung dalam Olimpiade sejak 2012.
ARAB NEWS | AL JAZEERA | SITA PLANASARI AQUADINI