TEMPO.CO, Nay Pyi Taw - Pemerintah Myanmar melarang Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Yanghee Lee, mengunjungi beberapa daerah di Negara Bagian Rakhine. Alasannya, demi keamanan dan menghindari bentrokan kekerasan di Myanmar.
Lee tiba di Myanmar pada Minggu pekan lalu untuk kunjungan selama 12 hari. Dia dijadwalkan mengunjungi Rakhine, yang menjadi "rumah" bagi sekitar 1 juta muslim Rohingya yang menghadapi diskriminasi di negara mayoritas berpenduduk Buddha itu. Menurut Al Jazeera, Lee hanya diizinkan berbicara dengan beberapa orang yang sebelumnya sudah disepakati pihak pemerintah saat mengunjungi desa-desa muslim Rohingya.
Konflik di Rakhine bermula dari serangan sekelompok pria bersenjata ke pos polisi di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, pada 9 Oktober 2016. Akibat serangan itu, sembilan polisi tewas. Aparat datang ke wilayah perbatasan dengan Bangladesh itu untuk "membersihkan" kelompok penyerang. Kekerasan pasca-serangan pada Oktober lalu di Myanmar menjadi isu penting. Menurut PBB, sedikitnya 65 ribu muslim Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh untuk menghindari kekerasan yang diduga dilakukan oleh militer, termasuk pembakaran rumah, pemerkosaan, dan pembunuhan warga sipil.
Kelompok pegiat hak asasi manusia menuding aparat Myanmar menyalahgunakan kewenangannya selama operasi tersebut. Namun hal itu dibantah pemerintahan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi. PBB meminta Lee datang ke Myanmar untuk menilai situasi HAM di sana, setelah pembentukan pemerintah yang demokratis dengan terpilihnya Aung San Suu Kyi.
Lee pada Jumat lalu menyempatkan diri mengunjungi pos penjaga perbatasan di Rakhine yang menjadi awal terjadinya serangan pada Oktober lalu. Namun sejumlah kalangan etnis di Rakhine menolak permintaan untuk bertemu dengan Lee. "Kami tidak percaya dia dan organisasinya (PBB) memiliki kemauan menyelesaikan masalah ini," ujar Ba Swe, sekretaris bersama Partai Nasional Arakan, kepada Anadolu Agency. Partai Nasional Arakan merupakan partai lokal yang menguasai kawasan Rakhine.
Tapi tidak bagi kalangan muslim Rohingya. "Kami benar-benar berharap kunjungannya membawa perubahan positif bagi Rohingya dan untuk mendapatkan hak asasi kami," ucap seorang pengungsi pria Rohingya yang tinggal sementara di desa Kyee Kan Pyin. Dia menolak menyebutkan identitasnya karena takut.
Adapun Duta Besar Myanmar di Indonesia, U Aung Htoo, mengatakan tidak memiliki informasi tentang penolakan akses bagi Lee. Namun, dia memastikan pemerintahnya memberikan akses bagi Lee seperti yang diminta.
Dia menjelaskan menurut informasi yang dia peroleh, Lee datang ke Rakhine pada Jumat malam. Dia mengunjungi Kota Yathetaung dan ke pos polisi Koetankauk yang diserang teroris pada Oktober. Kemudian, ia mengunjungi kantor PBB urusan pengungsi (UNHCR) di Kota Maung Daw. Dia juga mengunjungi penjara Yathetaung dan berbicara dengan sejumlah tahanan mengenai kejadian baru-baru ini. "Lee juga mengunjungi Wapaik dan Pyaungpike, desa yang mengalami serangan pembakaran, lalu lanjut ke Rakhine," ujar Aung Htoo melalui pesan WhatsApp. Aung Htoo menilai kunjungan Lee selama 12 hari di Myanmar tidak akan cukup untuk mengetahui secara menyeluruh kondisi HAM di Myanmar.
AL JAZEERA | VOA | ASSOCIATED PRESS | SPUTNIK | ARAB NEWS | SUKMA LOPPIES | NATALIA SANTI