TEMPO.CO, Washington - Kongres Amerika Serikat menyetujui rancangan undang-undang kontroversial yang mengizinkan keluarga korban 11 September menggugat Arab Saudi yang diduga melindungi teroris.
Presiden Barack Obama gagal menghadang RUU ini agar dibatalkan. Obama dan pihak tertinggi Pentagon telah memperingatkan bahwa langkah itu akan mengundang risiko terhadap tentara Amerika dan pihak yang berkepentingan.
Kongres dan Senat sepakat mendukung Rancangan Undang-Undang Kehakiman terhadap Sponsor Terorisme atau JASTA. "Gedung Putih dan cabang eksekutif lebih cenderung ke arah pertimbangan diplomatik. Sebaliknya, kami lebih mengutamakan keadilan bagi keluarga korban," kata Senator Chuck Schumer, pendukung JASTA.
Baca: Obama Tolak Draf UU Gugat Arab Saudi di Tragedi Nine Eleven
Hasil tersebut merupakan pukulan besar bagi Obama dan Arab Saudi, yang merupakan sekutu paling lama Amerika di dunia Arab. Hak veto Obama ditolak setelah dinilai Kongres pada Rabu, 28 September 2016.
Menanggapi keputusan Kongres, Obama mengatakan Kongres membuat kesalahan dengan menolak vetonya. Dia mengatakan JASTA akan menimbulkan preseden yang berbahaya bagi individu di seluruh dunia untuk menuntut pemerintah Amerika.
"Ini preseden yang berbahaya. Dan, terus terang, perhatian saya tidak ada hubungannya dengan Arab Saudi atau simpati saya bagi keluarga korban 9/11. Saya tidak ingin kita dihadapkan dengan situasi di mana kita tiba-tiba diwajibkan untuk bertanggung jawab dengan apa yang telah kita lakukan di seluruh dunia," ujar Obama, seperti dilansir BBC pada 29 September 2016.
Baca: Mitos tentang Black Moon dan Kiamat Besok
Dalam pemungutan suara di Kongres, sebanyak 97 Senat mendukung JASTA menjadi UU berbanding 1 yang menolak. Sedangkan di Kongres, sebanyak 348 setuju dan 77 menolaknya.
JASTA membuka pintu bagi keluarga korban untuk menuntut setiap anggota pemerintah Saudi yang diduga memainkan peran dalam serangan 11 September itu. Ada tudingan yang menyebutkan anggota keluarga Kerajaan Arab Saudi mendanai para teroris 11 September 2001.
Lima belas dari 19 pembajak pesawat yang menabrakkan diri ke gedung World Trade Center di New York adalah warga negara Arab Saudi. Namun negara kerajaan kaya minyak itu membantah terlibat dalam serangan yang menewaskan hampir 3.000 orang tersebut.
BBC | YON DEMA