TEMPO.CO, Paris - Aksi teror Mohamed Lahouaiej-Bouhlel yang mengendarai truk ke arah kerumunan di Nice, Prancis, beberapa waktu lalu, tak dilakukan sendirian. Jaksa menyatakan setidaknya lima orang tersangka lain ditetapkan dengan tuduhan membantu mempersiapkan aksi.
"Investigasi sejak 14 Juli malam masih terus berlanjut dan kami tak hanya mengkonfirmasi aksi terencana Mohamed Lahouaiej-Bouhlel, namun juga untuk menentukan bahwa dia diuntungkan dengan adanya bantuan dan memiliki kaki tangan dalam persiapan dan pelaksanaan aksi kriminalnya," ujar Jaksa Paris, François Molins, seperti dikutip The Guardian, Kamis, 21 Juli 2016.
Akibat aksi teror itu, 84 orang, termasuk anak-anak dan wanita tewas dan ratusan warga lain terluka. Truk yang dikemudikan oleh Lahouaiej-Bouhlel diarahkan ke kerumunan orang yang sedang merayakan Bastille Day di Nice. Ia pun sempat menembaki kerumunan dengan pistol yang dibawanya.
Kepastian ini didapatkan dari bukti ponsel dan komputer milik Lahouaiej-Bouhlel. Molins mengatakan aski Lahouaiej-Bouhlel juga terkait dengan aski teror di majalah Charlie Hebdo pada Januari 2015. Saat itu, 15 komikus tewas setelah sekelompok orang masuk dan menembaki tim redaksi.
Molins mengatakan Lahouaiej-Bouhlel mengirimkan pesan singkat pada salah satu tersangka penembakan. Pesan itu berbunyi, "Saya bukan Charlie. Saya senang mereka membawa beberapa tentara Allah untuk menyelesaikan pekerjaan."
Jaksa Molins mengungkapkan bahwa dalam aksi di Nice, diduga terdapat keterlibatan dari empat orang pria dan satu orang wanita. Mereka dituduh membantu Lahouaiej-Bouhlel sebelum aksinya dimulai.
Saat ini, kelima tersangka masih diperiksa oleh tim anti-teroris Prancis terkait keterlibatannya. Molins enggan mengungkapkan nama-nama mereka.
Kelima orang tersebut, kata Molins, sempat berkomunikasi dengan Lahouaiej-Bouhlel tepat sebelum truk ditabrakkan ke arah kerumunan. Beberapa saat sebelum menabrakkan mobil sejauh 2 kilometer, Lahouaiej-Bouhlel juga diketahui sempat mengirim dua pesan berisi kata-kata kotor, yang sudah direkam sejak awal.
Jaksa Molins mengatakan hal tersebut mempertegas adanya unsur perencanaan dan adanya dukungan logistik dan perencanaan dari kelima orang tersebut. "Ia nampaknya telah mempertimbangkan dan mengembangkan rencana kriminalnya beberapa bulan sebelum melaksanakannya," kata dia.
Dari lima tersangka, dua di antaranya adalah sepasang suami istri asal Albania. Mereka dituduh mempersiapkan pistol otomatis yang digunakan Lahouaiej-Bouhlel untuk menembak polisi dan warga.
Dari seluruh tersangka, tak ada yang menjadi perhatian dari pihak keamanan dan intelijen Prancis. Hanya satu orang keturunan Prancis-Tunisia berumur 41 tahun yang memiliki catatan kriminal merampok, pencurian, kekerasan, dan penggunaan obat-obatan.
Di rumah salah satu tersangka, disebutkan ditemukan obat-obatan terlarang dan uang sebesar 2.600 euro dan 11 ponsel. Molins menegaskan, walau sudah mengkalim bertanggung jawab, namun Lahouaiej-Bouhlel belum terindikasi berhubungan dengan ISIS. Begitupun dengan kelima tersangka lain.
EGI ADYATAMA | THE GUARDIAN