TEMPO.CO, Jakarta - Keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa berpotensi mengacaukan iklim dan daya saing perekonomian negara Ratu Elizabeth tersebut. Karena itu, untuk memulihkan daya saingnya Inggris Raya akan memotong tarif pajaknya secara signifikan.
Seperti yang dilansir laman Reuters, Inggris Raya akan memangkas sekitar 8 persen tarif pajaknya menjadi 15 persen. Sedangkan rata-rata negara Uni Eropa bertarif 25 persen.
Baca Juga:
“Ini konsekuensi negatif dari Brexit,” ujar Kepala Bidang Perpajakan Organisasi Kerja Sama Pengembangan Ekonomi (EOCD) Pascal Saint-Aman, Minggu, waktu setempat.
Tak hanya memangkas tarif, Inggris Raya berani menawarkan fasilitas perpajakan layaknya negara-negara surga pajak (tax haven) lainnya. Namun, Pascal mengatakan segala upaya Inggris ini takkan mengubah skema keterbukaan informasi pajak dan perbankan 2018 mendatang.
Selain itu, OECD juga sedang membenahi modus penghindaran pajak seperti yang disediakan Irlandia dan Luxemburg. “Kedua negara tersebut memberi fasilitas perusahaan Apple dan Mc’Donalds untuk menampung profit perusahaan dari negara Eropa lainnya,” ucap Pascal.
Menurut dia, Inggris Raya pada akhirnya akan kesulitan mewujudkan niatan ini. Musababnya padatnya penduduk di sana mengharuskan negara mendapatkan pendapatan pajak yang mumpuni selain derasnya aliran dana yang masuk (inflow).
Kepala Association of Chartered Certified Accountants (ACCA) Chas Roy-Chowdhury mengatakan upaya Inggris Raya tersebut kontradiktif dengan upaya pemerataan kebijakan perpajakan dunia. “Justru menimbulkan ketidakpastian bagi perusahaan,” kata dia.
ANDI IBNU | REUTERS | CHANNEL NEWS ASIA