TEMPO.CO, New York - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa secara bulat menetapkan tanggal 19 Juni sebagai hari peringatan penghapusan kekerasan seksual dalam konflik. Kesepakatan itu diumumkan pada Jumat, 19 Juni 2015 melalui situs resmi PBB.
Penetapan 19 Juni sebagai hari internasional untuk menghapus kekerasan seksual dalam konflik merupakan upaya PBB untuk mendorong dunia menentang kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak di berbagai negara yang tengah dilanda konflik.
Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB juga sudah mengeluarkan resolusi nomor 1820 yang mengakui kekerasan seksual sebagai taktik peran dan ancaman global bagi perdamaian dan keamanan. Resolusi ini juga menyatakan pemerkosaan dan bentuk kekerasan seksual lainnya sebagai kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida.
"Pemerkosaan dan berbagai bentuk lain dari kekerasan seksual dalam konflik dan setelah konflik merupakan pelanggaran besar hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional," kata Presiden Uganda Sam Kutesa. Uganda merupakan anggota majelis umum PBB yang ke-193.
"Namun tindakan bejat itu masih terjadi dan digunakan untuk meneror dan mengawasi populasi warga sipil di zona konflik," kata Sam Kutesa.
Ia kemudian mengajak semua pihak memprioritaskan upaya pencegahan dan respons, memberdayakan korban, memberikan bantuan kepada korban, serta memindahkan stigma tentang rasa malu yang ditanggung korban kekerasan seksual ke mereka yang yang melakukan kejahatan itu. "Pemerkosaan sebagai senjata dalam perang harus dihentikan," Kutesa menegaskan.
Penetapan 19 Juni sebagai hari internasional untuk menghapus kekerasan seksual di wilayah konflik juga disambut oleh Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Kekerasan Seksual dalam Konflik Zainab Bangura.
"Peringatan tahunan ini akan berfungsi sebagai ajakan global untuk bertindak demi keamanan, keadilan, dan pelayanan kepada orang-orang yang bekerja atas nama korban kekerasan seksual dalam konflik di seluruh dunia," kata Zainab Bangura.
Gagasan tanggal 19 Juni sebagai peringatan penghapusan kekerasan seksual dalam konflik berlatar pada aksi kekekerasan brutal yang dilakukan kelompok milisi Negara Islam Irak dan Suriah/Levant (ISIS/ISIL) terhadap perempuan dan anak-anak perempuan.
Begitu juga tindakan brutal milisi Boko Haram yang merupakan jaringan ISIS/ISL di Nigeria yang menculik sekitar 276 anak perempuan dari sekolah mereka di Chibok, negara bagian Borno.
Baru-baru ini Zainab juga bertemu dengan sejumlah perempuan yang selamat dan menjadi korban kekerasan seksual ekstrimis ISIS. Dari wawancara itu, ia menceritakan tentang kebrutalan serta pola baru pernikahan paksa anak-anak perempuan dengan para milisi. Begitu juga dengan kejahatan perbudakan seksual.
WWW.UN.ORG | MARIA RITA