TEMPO.CO, London - Human Rights Watch, organisasi pengawas hak asasi manusia internasional, mengumumkan hasil penyelidikannya terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Sudan pada Kamis, 11 Februari 2015. Menurut mereka, lebih dari 200 perempuan di Darfur diperkosa Angkatan Bersenjata Sudan dalam sebuah serangan yang "luas, terorganisir dan sistematis".
"Mereka melakukannya satu demi satu. Satu orang membantu memukul korban, dan yang lain memperkosannya. Kemudian mereka akan beralih ke gadis berikutnya," kata Khatera, korban yang selamat, dalam laporan sepanjang 48 halaman tentang pemerkosaan massal yang terjadi selama tiga hari di akhir Oktober 2014 di Tabit, kota kecil di wilayah Darfur, Sudan.
Khatera, 40-an tahun, dan tiga putrinya, termasuk di antara 221 perempuan yang diperkosa tentara Sudan. Dua dari tiga putrinya masih berusia di bawah 11 tahun ketika pemerkosaan itu terjadi.
Nadia, salah satu korban yang selamat, menerangkan, 18 tentara masuk ke rumahnya pada saat itu. Tiga tentara menyeret para lelaki keluar rumah dan menyiksa mereka. "Lalu 15 tentara lain memperkosa kami berempat," kata Nadia, 20-an tahun.
Banyak perempuan yang dipukul dan diperkosa tentara Sudan berkali-kali. Bahkan hal itu dilakukan di depan mata keluarga dan sahabat korban. Para korban tahu bahwa tentara dan pelaku penyerangan yang berpakaian sipil itu berasal dari markas Angkatan Bersenjata Sudan, yang berada setengah kilometer dari pusat Kota Tabit.
Kabar tentang serangan itu pertama kali disiarkan Radio Dabanga, radio Belanda di Sudan, tapi langsung dibantah oleh pemerintah Sudan, yang menuduh radio itu "menyebarkan kebohongan".
"Pemerintah Sudan harus menghentikan penyangkalan ini dan segera memberi akses kepada pasukan perdamaian dan penyelidik internasional ke Tabit," kata Daniel Bekele, direktur bidang Afrika di Human Rights Watch.
THE INDEPENDENT | HRW | KURNIAWAN