TEMPO.CO, Washington - Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton hari ini meluncurkan memoar terbarunya, Hard Choices. Banyak pengamat menyebut peluncuran buku ini menandai ambisinya untuk maju dalam pencalonan presiden 2016 mendatang.
Setelah mengunjungi 112 negara dalam empat tahun kariernya sebagai Menlu, ia dalam buku terbarunya menyatakan Gedung Putih membuatnya bangkrut. (Baca pula: Hillary Mengaku Bangkrut Saat Tinggalkan Gedung Putih.) Ia juga menyoroti hubungannya dengan para tokoh dunia dan memberi penilaian masing-masing. "Unsur personal lebih memainkan peran dalam urusan internasional," tulisnya.
Hubungan paling sulit sebagai diplomat yaitu dengan pemimpin Rusia Vladimir Putin. "Dia selalu menguji Anda, selalu mendorong batas," tulisnya tentang Presiden Rusia yang ia gambarkan sebagai pemimpin otokratis yang selalu berselera untuk kekuasaan, wilayah, dan pengaruh.
Dalam mengkritik pengambilalihan Kremlin atas Crimea dan agresi di timur Ukraina, Hillary memperingatkan langkah tersebut bisa menjadi bumerang terhadap negara yang sudah dibebani dengan ekonomi yang sulit itu. "Pikirkan juga kepentingan strategis jangka panjang yang akan dikejar Rusia jika Putin tidak terpaku pada klaim ulang kekaisaran Soviet dan menghancurkan perbedaan pendapat dalam negeri," tulisnya.
Hillary juga menilai mantan Presiden Cina Hu Jintao, yang disebutnya sebagai orang yang lamban dan terlalu sopan. Dalam buku setebal 635 halaman itu, ia juga menyebut Hu tidak memiliki "otoritas pribadi" seperti pendahulunya, Deng Xiaoping.
"Hu tampak bagi saya lebih seperti ketua dewan direksi yang terasing ketimbang CEO yang berkuasa," Hillary menjelaskan, mengutip perjalanan ke Beijing di mana dia sering mengadakan pertemuan dengan pejabat tingkat yang lebih rendah.
Khusus tentang Ahmadinejad, Hillary mengkritiknya secara tajam. Mantan Presiden Iran itu disebutnya sebagai "penyangkal Holocaust dan provokator yang menghina Barat di setiap kesempatan."
Pemimpin Iran itu disebutnya menunjukkan diri sebagai "burung merak yang gemar berkelahi, yang mondar-mandir di panggung dunia," dan tidak pernah mau mencairkan hubungan dingin dengan Washington. "Masa jabatan kedua presiden Ahmadinejad adalah bencana," tulisnya.
Hillary juga menyoroti sikap defensif pemimpin Israel, Benjamin Netanyahu. "Aku belajar bahwa Bibi akan melawan jika ia merasa sedang terpojok. Namun, jika Anda terhubung dengan dia sebagai teman, ada kemungkinan Anda bisa menemukan sesuatu untuk dilakukan," ujarnya.
Nama lain yang disebutnya dalam memoar terbarunya itu adalah Kanselir Jerman Angela Merkel, yang ia gambarkan sebagai "pemimpin paling berkuasa di Eropa". "Dia bak memikul Eropa di bahunya," tulisnya tentang Merkel, yang ditemuinya pertama kali pada tahun 1994 ketika mendampingi suaminya, presiden Bill Clinton, melakukan perjalanan ke Berlin.
Kebalikan dari Merkel yang tenang, menurut Hillary, adalah mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy yang disebutnya sebagai tokoh yang cenderung meledak-ledak. "Kebijakan luar negerinya bak mengisap oksigen dari sebuah ruangan," tulisnya.
AP | INDAH P.