Siapa di belakang gerakan 30 Juni yang berujung pada penggulingan Mursi pada 3 Juli?
Bukan tentara. Ini adalah gerakan anak muda. Orang-orang yang berusia 20-an tahun, penggerak di jejaring sosial, sebuah blok yang anggotanya berjumlah hampir 30 juta. Mereka berpendidikan lebih baik dari saya. Mereka saling berhubungan dan menggulingkan Mubarak. Bahkan para pemimpin partai, dan tentara, menuruti keinginan mereka, ketimbang memimpin mereka. Beberapa kalangan mengatakan, mengapa tidak menunggu masa pemerintahan Mursi berakhir tiga tahun lagi. Mereka tidak bisa menunggu. Anak-anak muda ini sudah tidak sabar lagi.
Kenapa?
Orang-orang menderita, ekonomi menurun, kebebasan informasi di batasi, juga kebebasan pers. Karena itu mereka tidak bisa menunggu. Setiap hari situasinya terus menurun. Saya orang yang konservatif, tapi anak-anak muda itu tidak mendengarkan saya. Anak saya juga ikut gerakan 30 Juni, meski saya melarang. Mesir punya sumber alam, dan yang kita perlukan kebijakan yang lebih baik. Bahkan pemerintah baru juga sudah dikritik oleh anak-anak muda itu. Mereka sudah menuntut pemerintah untuk mengurangi kesenjangan mereka yang bergaji tinggi dengan yang bergaji rendah.
Media-media Islam yang menyebut peristiwa 3 Juli sebagai kudeta, ditutup, dan wartawan yang menggunakan kata itu dalam artikel mereka, ditangkap. Apa dasarnya?
Itu tidak benar. Semalam saya membaca dua artikel di Al Shorouk, media utama di Mesir, tulisan Fahmi Wabby dan S Abdel Fattah. Kedua-duanya teman saya, dari Universitas Kairo. Keduanya menggunakan istilah kudeta dan tidak diapa-apakan.
Tapi memang ada dua stasiun televisi Salafis yang ditutup karena mereka memicu kekerasan antar warga Mesir. Mereka secara terbuka mengatakan kepada penonton, ini nama-namanya, si A, si B, si C, ini nomor teleponnya, pergi dan bunuh mereka.