TEMPO.CO, Hong Kong - Pekerja seks Cina mengalami pelecehan, bukan oleh pelanggannya melainkan oleh pihak berwenang. Human Right Watch menyatakan, pelecehan terjadi secara verbal dan fisik, termasuk pemukulan dan penyiksaan dalam tahanan polisi serta penahanan tanpa pengadilan.
"Pekerja seks diperlakukan seolah-olah mereka tidak memiliki hak," kata Direktur HRW untuk Cina, Sophie Richardson, dalam konferensi pers di Hong Kong saat peluncuran laporan mereka, Mei 2013.
"Alih-alih dilindungi oleh polisi, pekerja seks secara rutin menjadi sasaran pemukulan, penganiayaan, dan penyiksaan dalam tahanan," katanya. Ia menambahkan mereka bisa ditahan di lembaga "pendidikan ulang" dan harus melakukan kerja paksa di kamp sampai selama dua tahun tanpa pengadilan.
"Saya dipukuli sampai saya kulit saya menjadi hitam dan biru karena menolak mengakui melakukan tindak prostitusi," kata wanita yang mengaku bernama Xiao Yue, seperti dikutip dalam laporan itu. Ia menceritakan bagaimana ia dan dua pekerja seks lainnya diikat di pohon oleh polisi, diguyur air dingin dari atas untuk kemudian dipukuli.
Laporan itu mengatakan beberapa pelanggaran yang dialami oleh pekerja seks dalam tahanan "merupakan penyiksaan di bawah hukum domestik". Laporan itu menambahkan bahwa pemerintah secara berkala melakukan kampanye "penumpasan prostitusi dan pornografi", termasuk penggerebekan di lokalisasi dan menahan semua perempuan di sana.
Banyak pekerja seks melaporkan kejahatan terhadap mereka, termasuk pemerkosaan. Prostitusi apapun bentuknya adalah ilegal di bawah hukum Cina.
"Saya sudah beberapa kali diperkosa," salah satu pekerja seks diidentifikasi sebagai Mimi seperti dikutip dalam laporan. "Tapi karena saya seorang pekerja seks, dan menjual seks adalah pelanggaran hukum, saya pasrah jika ditangkap. Jadi saya tidak pernah mau melaporkan (perkosaan) pada polisi."
Richardson mengatakan jumlah pekerja seks di Cina membengkak sejak reformasi ekonomi Cina dimulai pada akhir 1970-an. Sekarang diperkirakan terdapat sekitar empat sampai enam ribu pekerja seks di Cina. Mereka dianggap sebagai "penjahat sosial" dan sering disebut oleh pejabat Cina sebagai perempuan rusak, katanya.
Laporan ini menemukan bahwa kemiskinan adalah salah satu faktor pendorong yang menyebabkan perempuan menjadi pekerja seks, di samping kurangnya pendidikan dan kesempatan kerja, serta perceraian atau perpisahan.
Zi Teng, sebuah kelompok berbasis di Hong Kong yang menawarkan dukungan bagi ratusan pekerja seks migran dari daratan Cina mengatakan pihaknya berharap laporan itu akan meningkatkan kesadaran internasional terhadap masalah ini. Juru bicara lembaga itu, Ann Lee, juga menyerukan pemerintah Cina untuk dekriminalisasi pekerja seks dan membuatnya menjadi pekerjaan yang sah untuk mencegah pelanggaran di masa depan.
CHANNEL NEWS ASIA | TRIP B
Berita Terpopuler:
Menara Saidah Miring, Pemda Jakarta Ikut Salah
Dikunjungi Komnas HAM, Warga Sebut Jokowi Bohong
Tindakan PKS Dinilai Kriminalisasi KPK
Rumah Luthfi Hasan Ternyata Atas Nama Ahmad Zaky
Fathanah dan Dewi Kirana 'The Queen of Pantura'