TEMPO.CO, Istanbul - Kelompok kiri Turki yang menuding Washington memperbudak negerinya meledakkan bom bunuh diri di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Ankara. Ecevit Sanli, anggota Tentara Pembebasan Rakyat Revolusioner (DHKP-C) meledakkan dirinya di gerbang Kedubes AS, Jumat.
Dalam ledakan itu, seorang petugas keamanan asal Turki tewas. Kelompok DHKP-C tercatat sebagai kelompok teroris anti-AS dan pemerintah Turki. Mereka memposting pernyataan di Internet yang menuding Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan sebagai ‘boneka ‘ AS.
“Amerika pembunuh! Kamu tidak dapat kabur dari kemarahan rakyat,” kata situs “Rakyat Menangis”. Di sebelah foto Sanli mengenakan baret hitam dan pakaian ala militer berikat pinggangkan bom.
Situs juga memperingatkan PM Erdogan sebagai target.
Turki merupakan sekutu penting AS di Timur Tengah, dengan kepentingan yang sama, mulai dari ketersediaan energy hingga konterterorisme. Kelompok kiri termasuk DHKP-C menentang keras pengaruh AS yang dianggap sebagai penjajah terhadap negeri mereka.
Tes DNA mengkonfirmasikan Sanli sebagai pelaku bom bunuh diri, kata kantor Gubernur Ankara. Disebutkan Sanli kabur dari Turki satu dekade lalu dan dicari-cari pemerintah.
Lahir tahun 1973 di kota pelabuhan Laut Hitam, Ordu, Sanli dipenjarakan tahun 1997 karena menyerang pos polisi dan seorang staf akademi militer di Istanbul. Hukumannya ditangguhkan setelah jatuh sakit akibat mogok makan. Sejak itu tidak pernah dipenjarakan lagi.
Setelah dijatuhi hukuman seumur hidup 2002, Sanli kabur dari Turki. Menteri Dalam Negeri U mamer Guler mengatakan dia masuk kembali ke Turki dengan dokumen palsu.
Erdogan yang menyatakan DHKP-C bertanggung jawab beberapa jam setelah serangan mengadakan pertemuan dengan menteri dalam negeri, menteri luar negeri, panglima angkatan bersenjata dan kepala keamanan negara di Istanbul, Sabtu.
Tiga orang ditahan di Istanbul dan Ankara terkait dengan serangan itu. Gedung Putih mengutuk serangan sebagai tindakan terror. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa menyebutnya sebagai tindakan keji.
Dalam pernyataannya DHKP-C meminta Washington memindahkan rudal Patriot, yang akan beroperasi mulai Senin sebagai bagian dari sistem pertahanan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dari Turki. Rudal itu ditempatkan bersama sistem dari Jerman dan Belanda untuk menjaga Turki, dari kemungkinan merembetnya perang di Suriah.
REUTERS | NATALIA SANTI