TEMPO.CO, Damaskus - Oposisi Suriah terlibat silang pendapat soal siapa yang menduduki posisi Perdana Menteri. Perdebatan itu dilakukan sehari setelah Presiden Bashar al-Assad menolak desakan mundur dari kelompok oposisi dan dunia internasional.
Mengutip keterangan pejabat oposisi, kantor berita AFP melaporkan, Koalisi Nasional, kelompok oposisi yang diakui Barat dan negara-negara Arab sebagai perwakilan rakyat Suriah, sedang membicarakan ide mengenai pembentukan pemerintahan di pengasingan berbasis di Turki. Namun mereka berbeda pendapat tentang siapa yang akan memimpin pemerintahan baru ini.
“Sebagian mengusulkan Riad Hijab memimpin pemerintahan baru, namun usulan itu mendapatkan kritik dari lainnya,” kata seorang pejabat yang enggan disebutkan namanya.
Hijab, seorang mantan perdana menteri di masa rezim Assad, membelot pada Agustus 2012 . Dia dikenal memiliki hubungan sangat dekat dengan para pemimpin di Turki guna membantu restrukturisasi oposisi Suriah yang terbelah-belah.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Suriah Walid Muallem, dalam sebuah pernyataan bernada menantang, mengatakan kepada televisi pemerintah, Sabtu, 19 Januari 2013, yang menginginkan Assad mundur berarti mereka hanya ingin terjadi pertumpahan darah di negara ini.
“Tak ada yang bisa menurunkan presiden. Itu tak bisa diterima,” ujarnya.
Menurut warga asing di Uni Emirat Arab dan seorang aktivis oposisi, Sabtu, pernyataan Muallem itu dikeluarkan setelah ada laporan yang menyebutkan ibu Assad, Anisa Makhluf, telah meninggalkan Suriah dan bergabung dengan putrinya di Dubai.
“Kepergian Makhluf dari Suriah merupakan sebuah indikasi Assad telah kehilangan dukungan dari keluarganya sendiri,” kata Ayman Abdel Nour dari kelompok Kristen Suriah untuk Demokrasi.
AL JAZEERA | CHOIRUL