TEMPO.CO, Baghdad - Wakil presiden Irak, Tariq al-Hashemi, dijatuhi hukuman mati dalam pengadilan in absentia. Ia dinyatakan bersalah dengan membentuk pasukan berani mati dan membunuh banyak warga Irak.
Pengadilan atas dirinya dilakukan menyusul laporan setidaknya 92 orang tewas dan lebih dari 350 terluka dalam lebih dari 20 serangan di seluruh Irak. Hashemi mulai didakwa Desember tahun lalu dan setelah itu hidup dalam pelarian. Tuduhan terhadap dirinya memicu krisis politik di Irak.
Hashemi menolak mengomentari putusan pengadilan setelah pembicaraan dengan Menlu Turki Ahmet Davutoglu di Ankara, menurut kantor berita Associated Press. Ia hanya menyatakan akan segera "mengatasi masalah ini dalam sebuah pernyataan".
Politisi Sunni lain mengecam Perdana Menteri Nouri al-Maliki - yang mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Hashemi - sebagai diktator, menuduhnya melakukan provokasi yang disengaja dan membuat negara itu kembali ke konflik sektarian.
Media mengatakan pemerintah koalisi Sunni, Syiah, dan sekuler sangat rapuh dan di ambang runtuh sejak saat itu.
Gerilyawan Sunni terkait dengan al-Qaeda disalahkan untuk banyak tindak kekerasan di Irak. Setidaknya satu bom mobil meledak di Baghdad, menewaskan sedikitnya sembilan orang pada hari Minggu malam. Sebelumnya, tiga bom mobil di sebagian besar ibukota distrik Syiah menewaskan 15 orang.
Serangan penembakan dan pemboman juga dilaporkan terjadi di sebuah pangkalan angkatan darat di utara Baghdad, yang menewaskan 11 tentara. Dua ledakan bom mobil di kota Amara menewaskan sedikitnya 14 orang dan melukai lebih dari 60 orang lainnya yang semuanya adalah jamaah Syiah.
Pemerintah Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan Hashemi pada tanggal 19 Desember 2011, sehari setelah tentara AS terakhir meninggalkan negara itu. Dia melarikan diri pertama ke wilayah Kurdi di utara, sebelum akhirnya ke Qatar dan Turki.
AP | TRIP B