Dialah Samantha Power, 39 tahun, penasihat khusus Presiden Obama untuk hubungan multilateral dan hak asasi manusia. Bekas wartawan yang menyabet Hadiah Pulitzer atas karyanya sebuah buku yang berkisah tentang kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap genosida: A Problem from Hell ini kemarin melawat ke Indonesia.
"Saya datang ke sini untuk menyampaikan pesan Presiden Obama," ujar Direktur Senior Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat ini. Dia menyatakan Presiden Obama mendukung penuh dan berkomitmen terhadap kemajuan Indonesia. "Beliau amat bersungguh-sungguh dalam menjalin kemitraan dengan Indonesia."
Di sela-sela kesibukannya sebagai pembicara dalam seminar Modernisator Speakers Forum 13: Indonesia & The Role of Emerging Democracies as Global Leaders, akademisi yang masuk daftar 100 ilmuwan dan pemikir top versi majalah TIME pada 2004 ini menerima Andree Priyanto dari Tempo untuk sebuah wawancara khusus. Berikut ini petikannya.
Apa tujuan Anda melawat ke Indonesia?
Tujuan saya datang ke sini ada dua. Pertama untuk menyampaikan dukungan dan komitmen Presiden Amerika Serikat Barack Obama terhadap Indonesia. Beliau amat bersungguh-sungguh dalam menjalin kemitraan dengan Indonesia. Apalagi Indonesia penting di mata beliau. Kami sering ngobrol bagaimana ia ingin sekali bisa mengajak keluarga dan anak-anaknya berlibur ke Indonesia. Jalan-jalan di pantai dengan putrinya. Secara pribadi, isu-isu tentang negeri ini baginya begitu sangat penting. Karena itu, beliau menyesal sekali belum bisa melawat ke sini. Kedua, tujuan saya adalah untuk berdialog dengan tokoh-tokoh dan aktivis masyarakat di sini tentang peran demokrasi di sini. Bagaimana mereka melihat kepemimpinan dan masa depan demokrasi di Indonesia.
Ada kemajuan?
Ya, saat saya ketemu dan ngobrol dengan mereka, saya menemui beberapa orang yang merasa frustrasi oleh arah demokrasi di sini. Mereka bilang tak ada kemajuan yang berarti. Istilahnya, democratic plateau. Tapi kita mesti melihat dari banyak sisi karena tak ada pemimpin yang sempurna dalam memberi definisi demokrasi itu sendiri. Indonesia kaya akan definisi demokrasi, begitu pun Amerika Serikat, punya banyak definisi tentang demokrasi. Ongkosnya tak sedikit dan banyak masalah. Tapi, yang mengagumkan buat saya Indonesia bekerja keras menuju ke arah sana. Di sini banyak tumbuh organisasi non-pemerintah, perempuan yang duduk di parlemen, jurnalis-jurnalis yang melakukan investigasi, kasus-kasus korupsi yang terungkap, dan banyak lagi contohnya. Ada keterbukaan dan transparansi. Saya terus terang kagum terhadap semua kemajuan ini.
Bicara soal keterbukaan dan transparansi, mengapa Washington mengecam WikiLeaks?
Saya kira kita perlu meluruskan hal ini. Presiden Obama amat terbuka dan transparan seperti yang Anda lihat ketika beliau maju dalam pemilihan presiden. Ia berdebat secara terbuka dengan siapa pun. Keterbukaan beliau tak diragukan lagi. Tapi, persoalannya, WikiLeaks ini begitu problematis karena menyangkut keselamatan dan nyawa manusia. Karena itu, saya setuju dengan Menteri Pertahanan Robert Gates dan Presiden Obama, yang mengutuk WikiLeaks
Tapi dengan adanya WikiLeaks masyarakat jadi bisa ikut mengawasi...
Kebebasan dan keterbukaan tak disangkal lagi, amat penting. Anda lihat kan Presiden Obama begitu duduk di Gedung Putih meminta seluruh stafnya untuk senantiasa terbuka. Ia, misalnya, mengungkap kebijakan-kebijakan pemerintah secara terbuka, bahkan secara online. Menyiarkan siapa-siapa tamu Gedung Putih, menyebut nama-nama pelobi. Tapi di sisi lain, Presiden Obama sejak awal mengatakan keterbukaan juga mesti dilakukan secara imbang.
Maksud Anda?
Selalu seimbang ini tak melulu soal isu-isu keamanan sosial, yang begitu penting karena menyangkut nyawa tiap-tiap orang yang ada di dokumen itu, tapi juga menyangkut persoalan ruang privat individu. Apa dibenarkan pemerintah membuka e-mail seseorang dan lalu menyiarkannya. Ruang-ruang pribadi individu kan juga semestinya dijaga dan dilindungi.