"Itu semua diketahui Israel, dan kebanyakan bisa sampai," ujar Joserizal kepada Tempo kepada Tempo, Rabu (2/6). Bantuan dikoordinasikan Organisasi non-Pemerintah International Solidarity Movement, dan Mer-C termasuk pengirim bantuan dan relawan di misi keenam.
Pelayaran pertama berlangsung Agustus 2008. Menggunakan dua kapal, relawan mengangkut bantuan US$ 300 ribu atau sekitar Rp 3 miliar dan 100 alat bantu dengar bagi penduduk Gaza yang diembargo Israel sejak 2007. Walaupun sempat mengalami kesulitan komunikasi akibat gangguan sinyal oleh Israel, armada berhasil mendarat di Gaza pada 23 Agustus 2008.
Dua bulan kemudian, Free Gaza Movement kembali mengirim bantuan ke Gaza. Kali ini menggunakan kapal pesiar berukuran 66 kaki bernama Dignity. Walaupun pejabat Israel berniat menghadang kapal ini, mereka berubah pikiran di menit terakhir. Dignity mendarat di Gaza pada 29 Oktober 2008 membawa 26 relawan dan obat-obatan.
Dignity kembali mencoba menembus blokade Angkatan Laut Israel pada Desember 2008. Kali ini pasukan Bintang Daud bertindak keras. Kapal pesiar yang mengangkut 3,5 ton bantuan medis itu ditubruk oleh kapal perang, dan pasukan AL Israel menembakkan peluru ke air. Dignity rusak parah dan berputar haluan ke pelabuhan terdekat di Lebanon.
Aktivis kembali gagal pada misi berikutnya. Kapal feri asal Yunani, Arion, yang membawa 21 aktivis Free Gaza Movement gagal mencapai pantai Gaza setelah diusir kapal perang Israel, Januari 2009.
Armada berikutnya membawa bantuan lebih banyak. Arion, yang sudah berganti nama jadi Spirit of Humanity, memuat 3 ton bantuan obat dan bahan bangunan. Pada 30 Juni 2009, Angkatan Laut Israel mencegat kapal itu di perairan Gaza dan mengereknya ke Ashdod, Israel. Setelah negosiasi, kedua pihak sepakat bantuan disalurkan Israel lewat darat. Beberapa relawan sempat ditahan dalam aksi kemanusiaan ini.
Freedom Flotilla, yang angkat sauh dari Siprus 30 Mei 2010, merupakan armada terbesar yang membawa 10 ribu ton bantuan dan 700 relawan dari 50 negara. Armada terdiri atas 4 kapal kargo dan 2 kapal penumpang, dengan Mavi Marmara sebagai kapal terbesar. Israel mencegat iring-iringan itu di 65 mil laut lepas pantai Gaza, yang merupakan perairan internasional. Pasukan komando yang mendarat di Mavi Marmara bentrok dengan relawan dan menewaskan 16 relawan.
"Biasanya Israel tidak segalak ini," ujar Joserizal. Dia tidak mengetahui latar belakang penyerangan itu. "Mungkin karena ini bantuan terbesar," katanya.
Dari rekannya di Gerakan Pembebasan Gaza, Joserizal mendapat kabar akan ada armada lanjutan, walaupun belum ditentukan waktunya. Dia mengaku akan kembali mengirim relawan. "Represi Israel tidak membuat kami takut, malah semakin bersemangat," ujarnya.
REZA M | Wikipedia