Suu Kyi, pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), yang telah dibubarkan junta militer Burma, marah karena bulan lalu ia mengumumkan keputusannya untuk memboikot pemilu kontroversial yang akan digelar junta militer. Aksi boikot diserukan peraih Hadiah Nobel itu karena menilai pemilu mendatang tidak demokratis, terutama setelah pemerintah junta mengeluarkan aturan baru yang melarang beberapa partai ikut pemilu dan bahkan membubarkannya, termasuk partai Suu Kyi, NLD.
Tapi ternyata koleganya, terutama bekas anggota senior NLD, tak mengindahkan seruan itu. Sebaliknya mereka langsung membentuk partai baru begitu NLD dinyatakan dibubarkan akhir Maret lalu.
"Tindakan itu melawan praktek demokrasi," kata Suu Kyi seperti disampaikan pengacaranya, Nyan Win. Suu Kyi, 64 tahun, saat ini masih menjalani hukuman tahanan rumah di kediamannya di tepi danau di Rangoon dan hanya boleh dikunjungi beberapa orang, antara lain Nyan Win.
Pembentukan partai baru bernama National Democratic Force (NDF) dan diketuai politikus veteran Than Nyein diputuskan secara bulat oleh bekas anggota senior NLD. Tapi baru-baru ini muncul penolakan dari beberapa bekas anggota NLD lainnya, terutama setelah Suu Kyi memperlihatkan ketidaksenangannya terhadap partai baru tersebut.
"Saya rasa (Suu Kyi) benar. Sebab, saat partai dibentuk, keputusannya bukan untuk didaftarkan pemilu," ujar bekas senior NLD lainnya, Win Tin.
Tapi baik ketua maupun anggota NDF membela diri dengan mengatakan tindakan mereka tidak salah. Dalam situs Irrawaddy, Nyein mengatakan Suu Kyi harus memahami hak masing-masing individu untuk membentuk partai baru. "Kami membentuk partai baru setelah NLD dibubarkan. Sebagai individu, kami punya hak untuk melakukannya. Sebagai seorang demokrat, dia (Suu Kyi) seharusnya memahami kami," tulis Nyein. "Kami yakin harus ada sebuah partai politik untuk melanjutkan perjuangan demokrasi."
INDEPENDENT | SUNARIAH