Pemimpin kunci Kaus Merah, Veera Musikhapong, Natthawut Saikua, dan Jatuporn Prompan, membatalkan konferensi pers dan langsung menggelar pertemuan darurat untuk meng-counter tuntutan terbaru perdana menteri.
Setelah tiga jam berdiskusi, Jatuporn mengatakan kelompoknya tidak bisa datang dengan posisi biasa. Mereka, Jatuporn menambahkan, butuh waktu untuk berdiskusi lebih lanjut sebelum membuat keputusan akhir.
Pemimpin Kaus Merah lainnya, Weng Tojirakarn, menyayangkan sikap pemerintah itu. Sebab, kata dia, selama ini pemerintah tidak merespons beberapa permintaan Kaus Merah, termasuk menghentikan status darurat sebelum protes berakhir. "Pemerintah gagal memperlihatkan kesungguhannya kepada kami," ujarnya.
Seperti janjinya Ahad lalu, Abhisit memberikan batas waktu sampai kemarin kepada Kaus Merah untuk memberikan jawaban jelas kapan mereka mengakhiri protes. Dia juga menuduh bekas perdana menteri Thaksin Shinawatra sengaja menghambat upaya penyelesaian krisis politik yang berlangsung sejak dua bulan lalu.
Adapun Kaus Merah pada prinsipnya setuju untuk bergabung dalam proses rekonsiliasi yang ditawarkan Abhisit pada Senin pekan lalu. Rekonsiliasi ini untuk mengakhiri perpecahan politik dan sebagai jalan untuk pelaksanaan pemilu 14 November mendatang. Namun mereka masih berat berdamai dengan pemerintah karena beberapa hal.
Di tengah ketegangan UDD, sebuah bom berkekuatan besar meledak di rumah Ketua Komisi Pemilu Thailand Aphichart Sukkhakanont, Ahad malam lalu. Beruntung, saat insiden, Aphichart dan keluarganya tidak berada di rumah. Mereka meninggalkan kediaman itu sejak Kaus Merah mulai berdemo di Bangkok. Seperti dilaporkan kantor berita Thailand, tak ada korban terluka dalam insiden itu, begitu juga penjaga rumah, dinyatakan selamat. Hanya dinding rumah yang rusak.
BANGKOK POST | XINHUA | REUTERS | SUNARIAH