TEMPO Interaktif, Bangkok - Sebuah studio yoga membatalkan kelas. Hotel Mewah tak dikunjungi tamu. Pusat-pusat perbelanjaan dan bangunan kantor ditutup.
Ini akibat kekacauan politik di Thailand memasuki minggu ketujuh. Sektor ekonomi langsung terkena dampaknya. Banyak tempat binis menulis, "Maaf, ditutup karena kerusuhan politik."
Demonstran "Baju Merah" menduduki berbagai sarana sejak 12 Maret di pusat Kota Bangkok. Mereka untuk menuntut pengunduran diri pemerintah. Kini, telah 26 orang tewas dalam kekerasan politik.
Protes terkonsentrasi sekitar 1,5 kilometer seputar ibukota Thailand. Pada awal April, pengunjuk rasa mendirikan tenda-tenda di sepanjang jalan di pusat belanja Kota Swankiest - yang setara dengan -Champs-Elysees di Paris atau Fifth Avenue di New York.
Ribuan pendukung telah tidur di trotoar sejak itu. Empat hotel mewah dan setengah lusin pusat perbelanjaan yang menjulang tinggi di daerah tersebut telah ditutup. Mereka kehilangan jutaan dolar per hari.
Korban terakhir adalah wilayah Silom Road, distrik keuangan kota, yang berubah menjadi semacam pasar malam. Pada hari Jumat, Jalan Silom dipenuhi dengan polisi anti huru hara, dan banyak bank-bank, restoran, kantor dan kompleks perbelanjaan ditutup setelah malam kekacauan berdarah yang mengakibatkan satu kematian dan lebih dari 80 orang luka-luka.
Bentrokan pada 10 April yang menewaskan 25 orang dan lebih dari 800 terluka, merusak citra Thailand sebagai surga wisata. "Aku masih tidak percaya," kata Somchay Chaitosa, seorang pegawai bank, salah satu bank yang banyak di daerah Silom yang ditutup Jumat. "Hal ini seperti dalam film yang kita menonton perang sipil dan penembakan di Afrika, tapi itu terjadi di sini, di jantung kota Bangkok."
Lima ledakan granat melalui atap sebuah stasiun Skytrain membuat pihak berwenang segera menutup jalur rel yang berjalan ke Silom. Padahal, kereta melayani ribuan penumpang setiap hari, tapi stasiun juga merupakan bunker untuk tentara yang memantau pengunjuk rasa.
Pembatalan wisatawan dan usahawan yang akan datang membuat Thailand telah kehilangan lebih dari US$ 31 juta. Pasar saham telah anjlok tujuh persen sejak sebelum tindak kekerasan meletus. Bursa Thailand mengatakan 34 perusahaan yang terdaftar merencanakan pertemuan tahunan pemegang saham di kota itu telah mengubah rencana karena alasan keselamatan.
"Jangan mengatakan ini adalah memperjuangkan demokrasi. Apa yang mereka lakukan adalah terorisme," kata Sangrawee Tapananon, 55, seorang karyawan bank yang mengatakan ia merasa terdorong untuk bergabung dengan protes anti-Red. "Keluarga saya telah meminta saya untuk tidak bergabung dengan protes. Tapi jika kita tidak keluar., Itu berarti kita menyerah pada preman."
Bangkok Post memberi tujuh tips bagi dunia usaha untuk mempersiapkan untuk keadaan darurat, termasuk berlatih evakuasi dan staf pelatihan melakukan pertolongan pertama. Beberapa sekolah internasional, semua di luar daerah kerusuhan, telah ditutup secara berkala sejak demonstrasi dimulai. Beberapa gyms kota terbesar berada di pusat perbelanjaan dan jalan-jalan dekat area perbelanjaan Rajprasong.
Absolute Yoga, sebuah studio yoga populer Bangkok, meminta maaf kepada siswanya untuk penutupan cabang terbesar. "Karena kerusuhan politik yang sedang berlangsung ... studio kami akan tetap ditutup sampai keadaan jelas."
"Demonstrasi ini telah mengubah cara hidup saya," kata Apiruedee Apiwattanaporn, 29, seorang pengusaha dan penggemar olahraga yoga.”Restoran favorit saya ditutup dan demikian juga salon rambut dan kuku," katanya.
Sebaliknya, ia mengubah hobinya ke fotografi. "Saya pergi memotret Naju Merah hari ini,” ujarnya ringan.
AP| NUR HARYANTO