Kerangka waktu anyar itu dipresentasikan di kongres setelah Presiden Amerika Serikat Barack Obama menekan Cina untuk kembali memberikan sanksi terhadap Iran dan Dinas Intelijen Amerika menyusun laporan komplet "Estimasi Intelijen Nasional" yang bakal mengawasi kemajuan nuklir Teheran.
Letnan Jenderal Ronald Burgess, Direktur Defense Intelligence Agency, menyebutkan, ada informasi tentang peralatan sentrifugal pada pusat pengayakan Iran di Natanz. Disebutkan, Iran sudah memproduksi uranium dalam kadar rendah dan belum bisa dipakai untuk membuat uranium yang diperkaya (dalam) kadar tinggi hingga ke level yang dibutuhkan untuk senjata nuklir.
Baca Juga:
Tapi, ketika ditanya berapa lama itu bakal mendorong Iran memproduksi uranium diperkaya dalam kadar tinggi untuk sebuah senjata nuklir tunggal jika pemimpin di sana memutuskannya, Burgess, kepada Komite Pertahanan Senat, mengatakan, "Umumnya--belum diketahui secara pasti angka sentrifugal yang mampu kita lihat sebenarnya--adalah sekitar satu tahun."
Jenderal James Cartwright, Wakil Kepala Staf Gabungan Militer Amerika Serikat, menyimpulkan, "Mereka punya cukup uranium diperkaya berkadar rendah saat ini. Jika mereka lebih jauh memproses dan mengayaknya, dalam setahun mereka bakal punya cukup materi untuk sebuah senjata." Namun masih butuh banyak waktu buat menyelesaikan sebuah bom, misalnya merancang dan mengetesnya.
"Pengalaman mengajarkan, bakal butuh tiga-lima tahun untuk berlanjut dari punya uranium diperkaya kadar tinggi menjadi sebuah 'senjata portabel yang siap pakai'... layaknya menciptakan sebuah pemantik. Sebuah ledakan yang ditetapkan sebagai senjata nuklir," Cartwright menjelaskan dalam panel di Washington, DC itu. Barat cemas Iran mengembangkan senjata nuklir dengan kedok program atom sipil. Sedangkan Teheran berkukuh bahwa program itu hanya untuk pembangkit listrik.
Baca Juga:
Michele Flournoy, Deputi Menteri Pertahanan untuk Kebijakan, menyatakan, Presiden Obama sudah memperjelas bahwa "semua pilihan tersedia di atas meja" soal program nuklir Iran. "Kami melihat sebagai tanggung jawab Departemen Pertahanan merencanakan semua keperluan dan menyediakan bagi Presiden suatu pilihan militer skala luas yang bakal mereka jadikan tindakan," katanya. "Tapi pilihan aksi militer belum layak, dan kami yakin bahwa pendekatan masih lebih efektif pada titik ini. Sekarang adalah kombinasi diplomasi dan tekanan."
Dari Sao Paulo, Brasil, Presiden Luiz Inacio Lula da Silva kemarin mengatakan bakal menasihati Mahmud Ahmadinejad bahwa dia bakal menanggung konsekuensi jika berupaya membangun senjata nuklir. Lula bakal ke Teheran bulan depan. "Saya akan ke sana dan bicara empat mata dengan Ahmadinejad. Jika dia bilang bakal membangun (senjata), dia bakal membayar mahal atas gerakannya," ujar Lula dalam sebuah konferensi baja di Sao Paulo tanpa menyebut detailnya.
Yang pasti, pemimpin negeri dengan ekonomi terbesar di Amerika Latin itu pernah mendesak dilanjutkannya dialog dengan Iran ketika kekuatan Barat menggegaskan sebuah ronde sanksi baru Perserikatan Bangsa-Bangsa.
REUTERS | AP | DWI ARJANTO