TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un dikabarkan telah menjatuhkan hukuman mati sejumlah pejabat daerah setelah banjir besar melanda negara tersebut. Banjir mematikan ini terjadi pada Juli dan menewaskan ribuan orang. Banjir juga menyebabkan kerusakan di provinsi Jagang, yang merupakan salah satu wilayah terdampak terparah.
Menurut laporan kantor berita TV Chosun, seperti dilansir dari News18, Kim Jong Un menembak mati 20 hingga 30 pejabat pemerintah daerah yang dinilai gagal dalam menangani bencana tersebut. Eksekusi dilakukan pada Agustus lalu setelah Kim Jong Un mengadakan pertemuan darurat partai pada akhir Juli.
Dalam pertemuan tersebut, Kim menegaskan bahwa pejabat yang "sangat mengabaikan" tugas mereka, yang mengakibatkan jatuhnya korban, akan menghadapi hukuman berat.
Kabar mengenai eksekusi mati pejabat di Korut ini juga dikonfirmasi oleh pejabat pemerintah Korea Selatan yang tidak disebutkan namanya. Sumber dari Badan Intelijen Nasional Korea Selatan juga menyatakan bahwa mereka memantau situasi dengan cermat setelah memperoleh informasi intelijen tentang kejadian tersebut.
Banjir Terparah dalam 29 Tahun Terakhir
Banjir dahsyat yang melanda Korea Utara pada akhir Juli 2024 disebabkan oleh hujan deras yang berkepanjangan. Hujan ini merusak sekitar 4.100 rumah, menyapu bersih jalan, serta merusak sekitar 3.000 hektar lahan pertanian di kota Sinuiju dan daerah sekitarnya.
Hujan deras yang menyebabkan banjir tersebut merupakan salah satu fenomena cuaca ekstrem yang mengakibatkan suhu tertinggi yang tercatat di Korea Utara dalam 29 tahun terakhir. Kerusakan yang ditimbulkan bukan hanya pada rumah dan lahan pertanian, tetapi juga pada infrastruktur penting seperti jalan dan rel kereta api.
Menurut laporan media pemerintah Korea Utara, sekitar 5.000 orang berhasil diselamatkan. Kerusakan paling parah terjadi di provinsi Jagang, yang berbatasan dengan China dan dikenal sebagai wilayah hulu Sungai Yalu (Amnok), menyebabkan banyaknya korban jiwa dan harta benda.
Adapun foto-foto bencana banjir di negara tersebut disebar oleh aparat propaganda Korea Utara. Dalam foto yang beredar, terlihat Kim Jong Un sedang mengawasi upaya penyelamatan setelah bencana.
Pemerintah Korea Utara, melalui kantor berita resmi KCNA, menyatakan bahwa mereka berencana untuk menampung sekitar 15.400 orang, termasuk ibu-ibu, anak-anak, orang dewasa yang lebih tua, dan tentara yang cacat, di berbagai fasilitas di Pyongyang hingga daerah-daerah yang terkena banjir stabil kembali.
Kim Jong Un juga menyatakan bahwa proses pembangunan kembali rumah-rumah dan infrastruktur yang rusak akan memakan waktu sekitar dua hingga tiga bulan.
Akan tetapi, Kim Jong Un sendiri, dalam sebuah pernyataan, menyebut laporan mengenai jumlah korban tewas dan hilang yang mencapai 1.500 orang sebagai "provokasi serius" dan "penghinaan terhadap orang-orang yang dilanda banjir."
STRAIT TIMES | NEWS18.COM
Pilihan editor: Blinken Klaim Normalisasi Israel-Arab Saudi Bisa Terjadi Sebelum Biden Mundur