TEMPO.CO, Jakarta -Lebih dari 100 korban dan keluarga korban serangan kelompok Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023 menggugat Iran, Suriah dan Korea Utara di pengadilan Amerika Serikat pada Senin, 1 Juli 2024.
Mereka menuduh ketiga negara tersebut memberi dukungan kepada Hamas dan menuntut ganti rugi setidaknya US$4 miliar atau sekitar Rp6,5 triliun.
Gugatan itu diajukan ke pengadilan federal di Washington, D.C. oleh Liga Anti-Pencemaran Nama Baik (ADL), yang menyebutnya sebagai kasus terbesar yang diajukan terhadap negara asing sehubungan dengan serangan tersebut dan yang pertama didukung oleh organisasi Yahudi.
Ketiga negara tergugat dituduh memberikan dukungan finansial, militer dan taktis kepada Hamas. Maka dari itu, para penggugat menuntut kompensasi finansial berdasarkan undang-undang federal dan lokal yang berlaku.
Pemerintah AS telah menetapkan negara Iran, Suriah dan Korea Utara sebagai sponsor terorisme.
Gugatan tersebut melibatkan lebih dari 125 penggugat, termasuk warga negara AS yang terluka atau terbunuh akibat serangan 7 Oktober, dan anggota keluarga dekat dari mereka yang terluka atau terbunuh.
Menurut penghitungan Israel, lebih dari 1.139 orang tewas dalam serangan itu dan 250 lainnya disandera. Setelah serbuan mendadak Hamas, Israel melancarkan serangan besar-besaran di Jalur Gaza yang hingga saat ini telah menewaskan hampir 38.000 orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
“Iran adalah negara sponsor antisemitisme dan teror terkemuka di dunia – bersama dengan Suriah dan Korea Utara, mereka harus bertanggung jawab atas peran mereka dalam serangan antisemitisme terbesar sejak Holokaus,” kata Kepala Eksekutif ADL Jonathan Greenblatt dalam sebuah pernyataan.
Misi Iran, Korea Utara dan Suriah untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar, menurut Reuters.
Merupakan hal yang biasa bagi negara-negara yang dituduh melakukan terorisme yang disponsori negara untuk mengabaikan tuntutan hukum di AS dan tidak menghormati keputusan pengadilan AS terhadap mereka, kata ADL dalam siaran persnya.
Jika para tergugat ditemukan bersalah, para penggugat berharap untuk mendapatkan uang dari Dana Terorisme yang Disponsori Negara Korban AS, inisiatif Kongres yang dibentuk pada 2015 untuk memberikan kompensasi kepada individu yang telah memenangkan putusan terhadap negara yang mendukung terorisme.
Namun menurut laporan Reuters, dana tersebut semakin menipis sehingga mendorong beberapa anggota Kongres untuk memperkenalkan undang-undang pada Mei lalu yang akan meningkatkan pendanaan dan menjamin pembayaran tahunan kepada para korban.
Para penggugat dalam kasus ini meminta dua jenis ganti rugi, yaitu untuk mengganti kerugian sebenarnya paling sedikit US$1 miliar (Rp16 triliun) dan untuk menghukum tergugat sebesar US$3 miliar (Rp49 triliun)
“Meskipun tidak ada yang bisa menghilangkan rasa sakit yang tak tertahankan yang disebabkan oleh Hamas terhadap keluarga kami atau kerugian brutal yang kami derita, kami berharap kasus ini akan membawa rasa keadilan,” kata Nahar Neta, salah satu penggugat yang ibunya tewas pada 7 Oktober, dalam sebuah pernyataan.
Pilihan Editor: Di Tengah Perang Gaza, PM Israel Benjamin Netanyahu Dapat Rumah Baru Seharga Rp 161 Miliar
REUTERS