TEMPO.CO, Jakarta - PBB pada Selasa, 2 Juli 2024, menyatakan perintah dari Tel Aviv agar warga Gaza mengevakuasi diri ke sejumlah area di Khan Younis dan Rafah adalah dekrit terbesar di Jalur Gaza sejak 1.1 juta jiwa orang diminta untuk meninggalkan utara Gaza pada Oktober 2023. Juru bicara PBB Stephane Dujarric pada Senin, 1 Juli 2024, mengatakan perintah evakuasi pada sekitar satu pertiga warga Gaza.
“Sebuah evakuasi besar-besaran hanya akan menambah penderitaan pada warga sipil dan mendorong semakin tinggi krisis kemanusiaan. Warga Gaza dihadapkan pada pilihan yang mustahil untuk pindah ke wilayah yang hampir tak punya ruang atau fasilitas umum atau tinggal di area-area, di mana mereka tahu ada pertempuran berat sedang berlangsung di sana,” kata Dujarric.
Perang Gaza meletup saat terjadi serangan 7 Oktober 2024 di selatan Israel oleh Hamas, yang menewaskan 1.200 orang dan 250 warga Israel dijadikan sandera. Tentara Israel termasuk dalam daftar sandera Hamas.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, serangan balasan Israel telah menewaskan hampir 38 ribu orang . Bukan hanya itu, perang Gaza juga telah menyebabkan kehancuran besar-besaran terhadap gedung dan bangunan di sana, yang merupakan tempat tinggal 2.3 juta jiwa warga Gaza.
Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan delapan bulan penderitaan tanpa henti bagi warga sipil Palestina di Gaza, kecepatan dan skala pembantaian serta pembunuhan di Gaza telah melampau apa pun selama dia menjabat sebagai Sekjen PBB. Sedikitnya 1,7 juta orang - 75 persen dari populasi Gaza - telah mengungsi, bahkan beberapa kali lipat akibat serangan militer Israel.
Di akui Guterres, tidak ada tempat yang aman di Gaza. Kondisinya sangat menyedihkan. Situasi kesehatan masyarakat berada di luar tingkat krisis. Rumah sakit-rumah sakit di Gaza menjadi reruntuhan.
Persediaan medis dan bahan bakar langka atau bahkan tidak ada sama sekali. Lebih dari satu juta warga Palestina di Gaza tidak memiliki cukup air minum bersih dan menghadapi tingkat kelaparan yang parah. Lebih dari 50 ribu anak membutuhkan perawatan untuk malnutrisi akut.
Ironisnya, setidaknya setengah dari seluruh misi bantuan kemanusiaan ditolak, dihambat, atau dibatalkan karena alasan operasional atau keamanan. Sejak serangan terhadap penyeberangan perbatasan Rafah satu bulan lalu, aliran bantuan kemanusiaan yang sangat penting bagi warga Gaza – yang sudah sangat tidak memadai – malah anjlok hingga dua pertiga
Sumber: Reuters
Pilihan editor: Singapura Siap Akui Negara Palestina, Syaratnya Harus Menerima Keberadaan Israel
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini