TEMPO.CO, Kupang - Sanci Davis First Secretariat Development Cooperation Kedutaan Besar Australia di Jakarta kunjungan kerja ke Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 25-28 Juni 2024, untuk melihat langsung pelaksanaan empat program kerja sama Australia dan Indonesia yang dijalankan di Nusa Tenggara Timur sejak 2020. Keempat program itu adalah SiapSiaga, Inovasi, Inklusi dan Koneksi.
Di Kota Kupang, Sanci mengecek pelaksanaan program SiapSiaga di Kantor BPBD NTT yang dibekerja sama dengan Pusat Komando Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) dalam mengantisipasi bencana di daerah itu. Sanci juga mengunjungi Desa Tanah Putih, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT yang disiapkan menjadi salah satu desa tanggap bencana di sana.
"Desa tanah putih paling rentan terdampak bencana kekeringan hingga petani alami gagal tanam dan gagal panen," kata Haris, Ketua CIS Timor yang bekerja sama dengan Australia dalam program SiapSiaga.
Dalam program SiapSiaga itu, CIS Timor memberi pelatihan pada perempuan di Desa Tanah Putih, termasuk penyandang disabilitas yang paling merasakan dampak bencana itu. "Ibu-ibu ini dilatih agar bisa tanggap terhadap bencana," katanya.
Program SiapSiaga adalah Kemitraan Australia-Indonesia dalam Manajemen Risiko Bencana yang bertujuan meningkatkan kesiapsiagaan dan kemampuan tanggap bencana di Indonesia sekaligus memperkuat kerja sama kemanusiaan antara Australia dan Indonesia. Inisiatif ini selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Indonesia 2020-2024 dan Australian Government's Humanitarian Strategy (2016).
Program SiapSiaga beroperasi di berbagai level untuk meningkatkan sistem penanggulangan bencana. Di tingkat nasional, program ini bekerja sama dengan BNPB, Bappenas, Kemendagri, Kemensos, dan Kemenlu, sementara di tingkat provinsi dan kabupaten, SiapSiaga bekerja sama dengan instansi pemerintah dan organisasi masyarakat sipil.
Selain NTT, daerah-daerah yang bekera sama dengan Australia dalam program SiapSiaga ini diantaranya Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Kerja sama dalam bentuk pemberian dukungan teknis dan meningkatkan efektivitas penanggulangan bencana.
"Program ini bekerja sama dengan lembaga pemerintah seperti BPBD, Bappeda, Diskominfo, dan DP3AK, serta lembaga swadaya masyarakat seperti Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB), MDMC, LPBI-NU, serta organisasi yang bekerja untuk penyandang disabilitas," kata Sanci.
Program ini dijalankan di NTT karena NTT terletak di dalam Cincin Api Pasifik sehingga menempatkan provinsi NTT sangat rentan terhadap bencana geologi dan hidrometereologi seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, angin ribut, dan angin topan. Selain itu, sebagai provinsi kepulauan yang terdiri lebih dari seribu pulau-pulau kecil, NTT juga memiliki risiko tinggi terhadap bencana hidrometeorologi yang berkaitan dengan dinamika iklim. Sebagian besar kabupaten di NTT menghadapi risiko yang tinggi terhadap bencana alam ini.
Selama 22 tahun terakhir (1999 - 2021), NTT telah mencatat 843 kejadian bencana alam, yang mengakibatkan 588 korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang signifikan. Sekitar 94 persen dari bencana alam tersebut terkait iklim, dengan banjir menjadi yang paling umum. NTT telah mengalami 20 kali kejadian tsunami dalam dua abad terakhir, termasuk bencana tsunami Flores pada tahun 1992, yang merenggut sekitar 2 ribu nyawa.
Pilihan editor: Nikki Haley Sarankan Partai Demokrat Ganti Joe Biden
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini
