TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Luar Negeri RI, Pahala Mansury, mengingatkan dunia membutuhkan solusi kolaboratif dan inovatif untuk atasi berbagai tantangan pembangunan dan capai SDGs.
“Saat ini kita dihadapkan pada berbagai tantangan yang mempengaruhi pembangunan global. Situasi ini menuntut kita untuk menemukan solusi kolaboratif dan inovatif, dimana semua negara dapat mencapai kemakmuran dan pembangunan yang berkelanjutan," kata Mansury, dalam acara pembukaan Development Leaders Conference (DLC) dengan tema “Toward Shared Prosperity: Collaborative Solutions For Global Development" pada Rabu, 12 Juni 2024, di Bali.
Mansury menyebut ada sejumlah tantangan yang berdampak pada pembangunan global contohnya pemulihan pandemi Covid-19, disrupsi rantai pasok dan inflasi akibat konflik, bencana alam akibat perubahan iklim, dan perubahan demografi di negara berkembang. Berbagai tantangan tersebut mempersulit pencapaian target sustainable development goals (SDGs), terutama bagi negara-negara berkembang.
Wamenlu juga menyoroti kesenjangan pencapaian target SDGs antara negara berpendapatan tinggi dan negara berpendapatan rendah. Menurut Pahala, kesenjangan ini salah satunya disebabkan oleh penurunan pendanaan SDGs yang dialami oleh negara berkembang. Terkait hal tersebut, Pahala menyampaikan 4 hal pokok.
Pertama, dukungan terhadap kelompok paling rentan, dalam hal ini kerja sama pembangunan harus memberi perhatian khusus kepada kelompok paling miskin dan rentan sehingga bantuan dalam bentuk hibah sangat krusial. Terlebih, aliran bantuan pembangunan resmi (ODA) ke negara berkembang terus menurun. Selain itu, ODA juga lebih sering diberikan dalam bentuk concessional loans, ketimbang hibah, sehingga menyebabkan peningkatan utang negara berkembang.
Baca Juga:
“Kita harus dapat membalikkan tren ini, jika ingin mendukung pencapaian SDGs negara-negara miskin. Kerja sama pembangunan juga harus memperhatikan kebutuhan khusus untuk atasi kerentanan, termasuk dengan memprioritaskan ketahanan iklim dan peningkatan perlindungan sosial," ujar Mansury.
Kedua, kerja sama pembangunan harus mendorong transformasi ekonomi. Terkait ini, Wamenlu garisbawahi pentingnya pengembangan industri hilir dan kapasitas manufaktur agar memungkinkan negara berkembang meningkatkan nilai tambah rantai pasok, memproduksi barang bernilai tambah tinggi, dan melakukan lompatan ekonomi.
Mansury juga menyampaikan pentingnya mendukung negara-negara berkembang dalam menghadapi berbagai kebijakan pembatasan akses pasar, serta mendukung transisi energi berkeadilan tanpa menimbulkan hambatan pembangunan. Kerja sama pembangunan juga harus memperhatikan kelompok miskin serta masyarakat yang sulit mendapatkan akses modal, seperti petani kecil serta UMKM.
Ketiga, kerja sama pembangunan harus menjadi katalisator kolaborasi yang lebih luas. Terkait ini, kerja sama pembangunan krusial dalam memobilisasi berbagai sumber daya dari berbagai aktor, termasuk dari sektor privat, filantropi, dan pemangku kepentingan lain.
Keempat, terkait peran negara berkembang. Mansury menyampaikan negara berkembang dapat berperan penting. Saat ini, banyak negara berkembang telah menjadi negara donor dan menyediakan beragam bantuan seperti melalui Kerja Sama Selatan-Selatan. Bahkan, peran negara berkembang akan semakin besar di masa mendatang, seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
Indonesia selama ini telah berperan aktif menyediakan bantuan dan kerja sama pembangunan melalui Indonesian AID. “Indonesia akan meluncurkan Roadmap for Development Cooperation for Africa and the Pacific. Kami berharap Kerja Sama Selatan-Selatan ini dapat ditingkatkan dan didukung melalui Kerja Sama Triangular," ujar Wamenlu RI.
Pilihan editor: PM Spanyol: Bencana Kemanusiaan di Gaza Merusak Hukum Internasional
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.