TEMPO.CO, Jakarta - 5 Juni 2024 adalah hari libur Israel, Hari Yerusalem.
Peristiwa ini menandai berakhirnya perang 1967 dan dimulainya pendudukan ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang diklaim Israel sebagai “penyatuan kembali” Yerusalem.
Upacara dan peringatan resmi diadakan di seluruh Israel untuk memperingati hari tersebut. Yang paling utama adalah Dance of the Flags, atau Flag March, yang kontroversial jika menggunakan istilah yang lebih modern.
Partisipasi telah meningkat selama bertahun-tahun. Pada 1967, hanya beberapa pelajar yang mendampingi pemimpin Zionis Rabbi Zvi Yehuda Kook. Dua tahun lalu, 70.000 warga Israel yang sebagian besar adalah kaum muda nasionalis yang mengambil bagian dalam acara tersebut yang diwarnai dengan kekerasan.
Sebelumnya, Am KeLavi, sebuah kelompok yang menggelar aksi tersebut, mengatakan bahwa mereka memperkirakan antara 60.000 dan 100.000 orang akan menghadiri acara hari ini. Keluarga korban tewas serangan Hamas pada 7 Oktober diperkirakan akan memainkan peran penting.
Pawai tahun lalu – menyusul gencatan senjata yang ditengahi setelah lima hari permusuhan antara tentara Israel dan faksi-faksi Palestina – berlangsung tanpa insiden besar, meskipun terdapat serangan-serangan terisolasi terhadap warga Palestina.
Ribuan Orang Berpawai
Puluhan ribu pengunjuk rasa sayap kanan dan nasionalis diperkirakan berpawai melalui Kawasan Muslim di Kota Tua Yerusalem, diiringi oleh orkestra keliling di belakang truk. Pada tahun-tahun sebelumnya, mereka meneriakkan nyanyian anti-Palestina, seperti “Matilah Orang Arab,” dan “Semoga desa Anda terbakar,” sambil menyerang warga.
Pada 2022, para pengunjuk rasa melancarkan kekerasan dan semprotan merica terhadap penduduk Kota Tua, melukai sedikitnya 79 warga Palestina, 28 di antaranya memerlukan perawatan di rumah sakit.
Tahun sebelumnya, roket yang ditembakkan Hamas ke kota tersebut memicu permusuhan selama 11 hari.
Bisakah mereka mengambil rute lain?
Rute pawai selalu menjadi sumber kontroversi, baik di Israel maupun di luar negeri. Ada dua rute. Keduanya membawa demonstran dari pusat Yerusalem ke Tembok Barat.
Satu melewati Gerbang Dung ke Kota Tua, sedangkan yang kedua melewati Gerbang Damaskus dan masuk ke Kawasan Muslim.
Shai Rosengarten, wakil direktur kelompok advokasi sayap kanan Im Tirtzu yang melakukan unjuk rasa hari ini, mengatakan rute melalui Kota Tua bukanlah sebuah provokasi, melainkan “hak alami dan sejarah” orang-orang Yahudi.
“Di setiap rumah yang dilewati tentara di Gaza, mereka menemukan gambar Masjid Al Aqsa di Temple Mount, Hamas menyebut operasi [7 Oktober] itu Banjir Al Aqsa,” ujarnya dalam pernyataan kemarin.
“Besok, dengan pertolongan Tuhan, kami akan memenuhi Yerusalem dengan banjir bendera Israel, memperkuat semangat masyarakat dan mengingatkan Timur Tengah bahwa kami akan tetap berada di sini,” tutupnya.