TEMPO.CO, Jakarta - Anggota parlemen di Gambia pada Senin, 18 Maret 2024, berencana melakukan sebuah pemungutan suara untuk sebuah proposal yang akan melarang mutilasi alat kelamin perempuan atau pemotongan bagian klitoris pada alat vital perempuan (FGM). Praktik ini meningkat dalam beberapa tahun terakhir meskipun sudah ada upaya melarang praktik tersebut.
Pada 2015, Gambia telah memberlakukan denda dan hukuman penjara bagi mereka yang melakukan tindakan mutilasi alat kelamin perempuan. Gambia adalah sebuah negara kecil di Afrika barat. WHO mengatakan mutilasi pada alat kelamin perempuan tidak punya manfaat kesehatan sama sekali, sebaliknya ini bisa mengerah pada pendarahan yang berlebihan, shock, masalah psikologi bahkan kematian.
Almameh Gibba anggota parlemen Gambia menyarankan agar RUU larangan praktik mutilasi pada alat kelamin perempuan, dicabut. Sebab itu sama dengan melanggar hak-hak warga negara yang ingin menjalankan praktik budaya.
Dalam laporannya, UNICEF mempublikasi data bahwa jumlah perempuan dan anak perempuan yang menjalani mutilasi alat kelamin dari seluruh dunia mengalami kenaikan dari 200 juta pada delapan tahun silam menjadi 230 juta pada tahun ini.
Sedangkan menurut LSM Equality Now, lebih dari 92 negara di dunia telah memberlakukan hukum larangan memutilasi alat kelamin perempuan. Para aktivis adanya aturan hukum perihal ini adalah sebuah langkah penting untuk mengatasi tindak kriminalisasi seperti ini. Data PBB memperlihatkan prevelansi pencegahan mutilasi alat kelamin perempuan di kalangan remaja perempuan di Gambia sudah turun sejak muncul larangan.
"Jika Gambia gagal memberlakukan larangan mutilasi alat kelamin perempuan menjadi undang-undang, maka ada risiko upaya advokasi di beberapa negara akan gagal atau mundur," kata Caroline Lagat staf perencanaan dari Equality Now.
Pada era pemerintahan mantan Presiden Gambia Yahya Jammeh aturan yang melarang mutilasi pada alat kelamin perempuan, mendapat penolakan, khususnya setelah Presiden Gambia Adama Barrow memegang kekuasaan pada 2017. Tiga perempuan di negara itu dijatuhi denda pada Agustus 2023 karena melakukan praktik mutilasi pada alat kelamin tiga bayi perempuan. Itu adalah pemberlakukan hukuman pertama kali pada tindak kriminal seperti itu.
Sumber: Reuters
Pilihan editor: Vladimir Putin Ungkap Alexei Navalny Sudah Masuk Daftar Pertukaran Tahanan sebelum Meninggal
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini