Titik Nyala
Polisi Israel dikendalikan oleh Itamar Ben-Gvir, menteri keamanan nasional yang berhaluan kanan-jauh. Pada Februari, ia menyerukan larangan bagi warga Palestina di Tepi Barat untuk beribadah di masjid selama Ramadan.
Para pejabat Israel kemudian mengesampingkan sarannya dalam upaya untuk menjaga ketenangan di Yerusalem, tetapi mereka mengatakan akan memberlakukan beberapa pembatasan dengan "alasan keamanan".
Seidmann mengatakan bahwa Ben-Gvir masih dapat memicu kekacauan, bahkan jika dia memerintahkan petugas di luar kompleks.
"Hanya karena Ben-Gvir tidak mempengaruhi apa yang terjadi di gerbang Al-Aqsa, bukan berarti dia tidak akan menimbulkan masalah 200 atau 300 meter dari masjid," katanya kepada Al Jazeera.
Setiap kekerasan terhadap jemaah Palestina di Yerusalem Timur atau wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel dapat memicu kerusuhan massal, demikian peringatan Ibrahim Matar, seorang warga Kristen Palestina dari Yerusalem Timur yang diduduki Israel.
Dia mengatakan Al Aqsa adalah simbol bagi semua orang Palestina dan mengingat bagaimana mendiang pemimpin Palestina Yasser Arafat meninggalkan proses perdamaian yang banyak dikritik pada 2000, sebagian karena Israel bersikeras mempertahankan kedaulatan atas masjid tersebut.
Dua bulan kemudian, pemimpin oposisi Israel saat itu, Ariel Sharon, menyerbu Al Aqsa dengan lebih dari 1.000 polisi dan tentara bersenjata lengkap. Tindakan ini memicu kemarahan yang memuncak pada Intifada kedua, pemberontakan Palestina melawan pendudukan Israel, yang berlangsung selama lima tahun.
Di bawah bayang-bayang perang Israel di Gaza, Matar percaya bahwa langkah serupa yang dilakukan Israel dapat memicu babak baru kerusuhan rakyat.
"Al Aqsa bisa menjadi titik nyala untuk perang lain," katanya kepada Al Jazeera.
Bayang-bayang Perang
Warga Palestina yang tinggal di Israel dan di wilayah pendudukan mengatakan bahwa pertumpahan darah yang sedang berlangsung di Gaza membayangi semua orang seperti awan gelap.
Presiden AS Joe Biden telah berusaha menengahi gencatan senjata di Gaza untuk mengambil tawanan Israel yang masih ditahan oleh Hamas dan meredakan ketegangan selama bulan Ramadan. Namun, dengan prospek gencatan senjata yang terlihat tipis, Rony percaya bahwa perang akan mempengaruhi situasi antara Palestina dan Israel di Yerusalem.
Dia mengatakan banyak warga Palestina yang "sekarat di dalam hati" karena menyaksikan adegan perang yang menghancurkan di televisi dan media sosial. Dia juga khawatir bahwa para pejabat atau menteri Israel akan mengeksploitasi kemarahan mereka dengan melecehkan warga Palestina di Yerusalem Timur.
"Sebagian besar dari kami merasa seperti berada di dalam penjara rumah. [Kami merasa harus tinggal di rumah agar tidak dipukul atau dilecehkan [selama bulan Ramadan]," katanya kepada Al Jazeera.
Matar setuju, menambahkan bahwa Gaza dan Al Aqsa memiliki hubungan simbiosis mutualisme. Dia mengingat perang singkat 11 hari antara Hamas dan Israel pada 2021, yang dipicu oleh Israel yang menyerang jemaah di Al Aqsa dan mengusir warga Palestina dari Syekh Jarrah, sebuah lingkungan di Yerusalem Timur. Kerusuhan serupa dapat terjadi di bulan Ramadan ini.
AL JAZEERA
Pilihan Editor: Satu Lagi Pernyataan Kontradiktif Biden soal 'Garis Merah' bagi Israel di Gaza