TEMPO.CO, Jakarta - Tujuh sandera yang ditahan di Gaza tewas akibat pemboman militer Israel di daerah kantong itu, menurut Abu Ubaida, juru bicara brigade al-Qassam sayap bersenjata Hamas, pada Jumat, 1 Maret 2024. Ubaida tidak merinci kapan peristiwa itu terjadi.
Brigade Al-Qassam mengklaim jumlah sandera yang tewas akibat operasi militer Israel di Gaza kini telah melebihi 70 tawanan. Para pejabat Israel menolak menanggapi pesan Hamas mengenai para sandera, dan menganggapnya sebagai perang psikologis.
Perang meletus sejak 7 Oktober 2024 saat Hamas menyerang Israel dan menewaskan 1.200 orang. Israel membalas dengan menyerang Gaza dan menyebabkan lebih dari 30.000 warga Palestina tewas. Sebanyak 250 orang warga Israel dan warga asing menjadi tawanana Hamas.
Selama gencatan senjata selama seminggu pada akhir November, Hamas membebaskan lebih dari 100 sandera Israel dan asing. Sebagai gantinya Israel membebaskan sekitar 240 tahanan Palestina.
Hamas pada awal perang mengancam akan mengeksekusi sandera sebagai pembalasan atas serangan militer Israel. Sebaliknya Israel menuduh mereka telah mengeksekusi setidaknya dua sandera tewas yang ditemukan oleh tentara Israel.
Menurut Omar Ashour, seorang profesor studi keamanan dan militer di Institut Studi Pascasarjana Doha, kematian para sandera menunjukkan bahwa pemerintah Israel menganggap mereka sebagai “prioritas kedua”, mengatakan kepada Al Jazeera.
“Prioritas pertama (militer Israel) adalah menghancurkan sayap bersenjata Hamas dan faksi-faksi Palestina lainnya, melemahkan mereka dengan cara apa pun, bahkan jika hal itu mengorbankan nyawa beberapa sandera,” kata Ashour.
Kematian para sandera menunjukkan bahwa strategi perang Israel tidak mencapai tujuannya. “Kita berada di hari ke-147 perang, dan semakin banyak sandera yang tewas, sebagian besar disebabkan oleh tembakan Israel.”
REUTERS | AL JAZEERA
Pilihan editor: Biden Umumkan AS Akan Kirim Bantuan Makanan ke Gaza Lewat Udara