TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Ekuador Daniel Noboa menyatakan negaranya sedang "berperang" dengan geng narkoba yang menyandera lebih dari 130 sipir penjara, menguasai stasiun televisi dan melakukan serangan di sejumlah kota, Rabu, 10 Januari 2024.
Noboa pada hari Selasa menyebut 22 geng sebagai organisasi teroris, dan menjadikannya target militer resmi. Presiden yang mulai menjabat pada November 2023 itu, sebelumnya bertekad membasmi geng penyelundup narkoba yang mengangkut kokain melalui Ekuador.
“Kami sedang berperang dan kami tidak bisa menyerah dalam menghadapi kelompok teroris ini,” kata Noboa kepada stasiun radio Canela Radio. Dia memperkirakan sekitar 20.000 anggota geng kriminal aktif di Ekuador.
Penyanderaan, yang dimulai pada Senin dini hari, dan kaburnya pemimpin geng Los Choneros Adolfo Macias dari penjara pada akhir pekan, mendorong Noboa untuk mengumumkan keadaan darurat selama 60 hari.
Dia memperketat keputusan tersebut pada hari Selasa setelah serangkaian ledakan di seluruh negeri dan pengambilalihan stasiun televisi TC secara sinematik oleh orang-orang bersenjata mengenakan balaclava dan mengudara secara langsung.
Pemerintah mengatakan gelombang kekerasan terbaru ini merupakan reaksi terhadap rencana Noboa membangun penjara baru dengan keamanan tinggi bagi para pemimpin geng. Noboa mengatakan kepada stasiun radio itu bahwa desain dua fasilitas baru akan diumumkan besok.
“Kami melakukan segala upaya untuk menyelamatkan semua sandera,” kata Noboa, dan menambahkan bahwa angkatan bersenjata telah mengambil alih upaya penyelamatan. “Kami melakukan segala yang mungkin, dan yang tidak mungkin, untuk membuat mereka aman dan sehat.”
Badan penjara SNAI mengatakan ada 125 penjaga yang disandera, sementara 14 lainnya adalah staf administrasi. Sebelas orang dibebaskan pada hari Selasa, katanya.
Video yang beredar di media sosial menunjukkan staf penjara menjadi sasaran kekerasan ekstrem, termasuk ditembak dan digantung. Belum ada penjelasan resmi dari pemerintah soal keaslian video tersebut.
Noboa mengatakan negaranya akan mulai mendeportasi tahanan asing, terutama warga Kolombia, minggu ini untuk mengurangi populasi dan pengeluaran penjara.
Ada sekitar 1.500 warga Kolombia yang dipenjara di Ekuador, kata Noboa, dan tahanan dari Kolombia, Peru dan Venezuela merupakan 90% dari orang asing yang dipenjara.
“Kami berinvestasi lebih banyak pada 1.500 orang tersebut dibandingkan pada sarapan pagi di sekolah untuk anak-anak kami. Ini bukan ekstradisi, ini berdasarkan perjanjian internasional sebelumnya,” kata Noboa.
Hukuman bagi warga Ekuador hanya akan diakui di Kolombia jika para tahanan tiba melalui repatriasi formal, yang disetujui oleh pihak berwenang Kolombia, kata Menteri Kehakiman Kolombia Nestor Osuna kepada wartawan. Jika tahanan Kolombia diusir begitu saja, mereka hanya akan dipenjara jika masih ada tuntutan yang menunggu di negaranya.
“Jika ada pengusiran, kami akan melihat berapa banyak orang, jika mereka tiba di perbatasan, yang benar-benar perlu ditahan oleh pihak berwenang Kolombia,” kata Osuna, mengungkapkan “solidaritas tulusnya” kepada rakyat Ekuador.
Kolombia mengatakan pada hari Rabu bahwa pihaknya akan meningkatkan kehadiran dan kontrol militer di sepanjang hampir 600 kilometer perbatasannya dengan Ekuador.
Cara terbaik untuk menjaga perekonomian dan investasi asing adalah dengan meningkatkan keamanan dan memastikan supremasi hukum, kata Noboa kepada stasiun radio.
Anggota parlemen pada hari Selasa menyatakan dukungan mereka terhadap angkatan bersenjata dan mendukung upaya Noboa. Noboa memiliki koalisi mayoritas di kongres, setelah partainya bersekutu dengan gerakan kiri mantan Presiden Rafael Correa dan partai Kristen.
“Saya tidak memerlukan persetujuan mereka saat ini atas apa yang kami lakukan,” kata Noboa, merujuk pada keputusan tersebut, “tetapi saya telah meminta dukungan mereka.”
“Tantangan bagi Noboa adalah membuat kemajuan jangka panjang dalam pemberantasan kejahatan melampaui pengamanan jangka pendek yang dipimpin militer,” kata perusahaan konsultan Teneo dalam sebuah catatan.
Noboa bertemu dengan duta besar AS pada Selasa sore dan duta besar lainnya pada hari Rabu.
AS telah menjanjikan bantuan dalam beberapa hari, kata Noboa. Rencana keamanannya yang bernilai $800 juta mencakup $200 juta senjata dari Amerika Serikat.
Penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan mengutuk “serangan kriminal yang dilakukan kelompok bersenjata baru-baru ini” dan mengatakan Washington “bersedia mengambil langkah nyata untuk meningkatkan kerja sama kami” dengan pemerintah Ekuador.
Menteri Pertahanan Peru Jorge Chavez mengatakan kepada wartawan bahwa negaranya sedang menyelidiki kemungkinan penyelundupan bahan peledak dan granat oleh anggota angkatan bersenjatanya yang mungkin digunakan oleh geng-geng di Ekuador, setelah audit peralatan selama enam bulan terakhir menyatakan "ada kemungkinan" beberapa amunisi hilang.
Ada 70 penangkapan sejak Senin sebagai tanggapan atas insiden termasuk pengambilalihan stasiun TV, kata polisi Ekuador pada Rabu pagi.
Empat petugas polisi, yang menurut pihak berwenang diculik oleh penjahat antara Senin dan Selasa, masih disandera.
Polisi mengatakan mereka mengidentifikasi tiga mayat yang ditemukan di sebuah mobil yang terbakar di selatan Guayaquil semalam dan dua petugas polisi dibunuh oleh orang-orang bersenjata pada hari Selasa di provinsi Guayas, tempat Guayaquil berada.
Jalan-jalan di Quito dan Guayaquil lebih sepi dari biasanya pada hari Rabu, dengan banyak bisnis tutup atau bekerja dari jarak jauh.
Kedutaan dan konsulat Cina akan ditutup sementara, kata pemerintah Cina yang merupakan investor besar di Ekuador.
Sekolah-sekolah ditutup secara nasional, dan kelas-kelas berlangsung secara virtual. Warga mengatakan rasanya seperti kembalinya lockdown akibat pandemi.
“Mengerikan, jalanan sangat sepi,” kata petugas keamanan Guayaquil Rodolfo Tuaz, 40 tahun, pada Rabu pagi. “Lingkungannya sangat dingin, seolah-olah ada COVID baru.”
REUTERS
Pilihan Editor Top 3 Dunia: CEO India Diduga Bunuh Anak di Koper, 514 Tentara Israel Tewas