TEMPO.CO, Jakarta - Rusia memperingatkan negara-negara Barat bahwa mereka memiliki daftar aset Amerika, Eropa, dan lainnya yang akan disita jika para pemimpin Grup Tujuh (G7) memutuskan untuk menyita aset mereka. Aset Kremlin berupa cadangan bank sentral Rusia sebesar AS$300 miliar (Rp4,6 kuadriliun) sekarang sedang dibekukan.
G7 sebagai negara-negara industri besar akan membahas teori hukum baru yang memungkinkan penyitaan aset-aset Rusia yang dibekukan ketika mereka mengadakan pertemuan pada Februari 2024. Hal tersebut diungkapkan oleh dua sumber yang mengetahui rencana tersebut dan seorang pejabat Inggris kepada kantor berita Reuters pada Kamis, 28 Desember 2023.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan tindakan Barat seperti itu sama saja dengan “pencurian”, melanggar hukum internasional, dan melemahkan mata uang cadangan, sistem keuangan global, dan perekonomian dunia.
“Ini akan menjadi pukulan besar terhadap parameter utama perekonomian internasional, ini akan melemahkan perekonomian internasional,” kata Peskov kepada wartawan.
“Ini akan melemahkan kepercayaan negara-negara lain terhadap Amerika Serikat dan Uni Eropa sebagai penjamin ekonomi. Oleh karena itu, tindakan seperti itu mempunyai konsekuensi yang sangat, sangat serius.”
Ketika ditanya apakah ada daftar spesifik aset-aset Barat yang dapat disita Rusia sebagai balasan, Peskov hanya mengatakan, “Ya, ada,” tanpa memerinci aset spesifik apa saja yang ada dalam daftar tersebut.
Bank sentral Rusia pun belum merinci secara pasti aset mana saja yang telah dibekukan, tetapi sebagian besar obligasi dan deposito adalah dalam mata uang euro, dan sebagian dalam dolar AS serta pound Inggris.
Sebelumnya, Rusia pernah mengatakan ada kemungkinan penurunan tingkat atau bahkan pemutusan hubungan diplomatik antara Kremlin dan Washington. Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengatakan pemicunya beragam, “bisa berupa penyitaan aset, eskalasi militer lebih lanjut, dan banyak hal lainnya”.
“Saya tidak akan membahas perkiraan negatif di sini,” katanya dalam sebuah wawancara dengan RTVI pada Jumat, 22 Desember 2023, seraya menambahkan bahwa Moskow “siap untuk skenario apa pun”.
Dia mengatakan kedua negara memang sedang mengalami krisis akut dalam hubungan bilateral di tingkat “yang belum pernah kita lihat sebelumnya”. Oleh karena itu, dia menilai Kementerian Luar Negeri Rusia dan lembaga pemerintah lainnya perlu secara hati-hati mengambil langkah selanjutnya untuk mencegah eskalasi lebih lanjut, sesuai dengan arahan kepemimpinan.
REUTERS | TASS
Pilihan Editor: Netanyahu Batalkan Sidang Kabinet soal Rencana Pascaperang Gaza