TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri menanggapi keputusan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres yang mengaktifkan Pasal 99 Piagam Pendirian PBB untuk secara resmi menetapkan serangan Israel ke Gaza sebagai ancaman mendesak terhadap keamanan global. Guterres menyurati Dewan Keamanan PBB untuk mendeklarasikan gencatan senjata guna mencegah bencana kemanusiaan di Gaza.
Pasal ini hanya digunakan pimpinan PBB jika terjadi situasi yang benar-benar mengancam perdamaian dunia secara keseluruhan. Penggunaan pasal itu merupakan langkah diplomatik terakhir yang bisa dilakukan PBB untuk menghentikan perang.
“Indonesia mendukung langkah Sekjen PBB yang mengirimkan surat kepada DK PBB di bawah Pasal 99 Piagam PBB,” kata juru bicara Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal lewat pesan singkat pada Jumat, 8 Desember 2023.
Dalam sejarah PBB, belum ada Sekjen yang menggunakan Pasal 99 sejak 1989 silam. Sekjen terakhir yang secara resmi menerapkan pasal ini adalah Javier Pérez de Cuéllar untuk menyerukan gencatan senjata dalam perang saudara Lebanon.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan ini adalah pertama kalinya Guterres menggunakan pasal tersebut sejak menjabat pada 2017. Bahkan saat Rusia menyerang Ukraina pada 2021 lalu, pasal ini tak digunakan. Dengan pasal ini, Sekjen PBB akan memanggil Dewan Keamanan untuk menyoroti berbahayanya serangan Israel ke Gaza.
Dalam suratnya yang tertanggal 7 Desember 2023, Guterres mengatakan penduduk sipil harus terhindar dari bahaya yang lebih besar. “Dengan gencatan senjata kemanusiaan, sarana untuk bertahan hidup dapat dipulihkan, dan bantuan kemanusiaan dapat disalurkan dengan aman dan tepat waktu di seluruh Jalur Gaza,” tulisnya.
Isi surat Guterres, kata Iqbal, sejalan dengan posisi Indonesia sebagaimana disampaikan oleh Menlu Retno di berbagai forum, khususnya dalam pidatonya di PBB pada 24 Oktober 2023 lalu. Saat itu Retno berbicara di hadapan Dewan Keamanan, menyerukan gencatan senjata segera dan dibukanya akses kemanusiaan ke Gaza, sekaligus diakhirinya pendudukan Israel di Palestina.
“Seperti yang saya garisbawahi dalam Debat Terbuka DK PBB pada tanggal 24 Oktober, gencatan senjata segera sangat penting untuk mengakhiri kekejaman dan memburuknya situasi kemanusiaan di Gaza,” ujar Retno lewat media sosial X, Kamis.
Dua hari kemudian pada 26 Oktober, dia mendesak Sidang Majelis Umum untuk mengambil aksi nyata yang gagal dilakukan Dewan Keamanan. Desakan tersebut disampaikan dalam pertemuan darurat ke-10 SMU PBB di New York yang membahas tindakan ilegal Israel di wilayah pendudukan Palestina.
Iqbal menyampaikan, Retno terus berkomunikasi dengan berbagai pihak yang dianggap memiliki pengaruh di Dewan Keamanan. Tujuannya untuk meyakinkan agar tidak ada negara anggota tetap yang menggunakan hak vetonya untuk menghalangi disahkannya resolusi tentang Gaza.
NABIILA AZZAHRA A.
Pilihan Editor: Isi Pertemuan Putin dan MBS: Negara-Negara OPEC Diajak Pangkas Produksi Minyak