TEMPO.CO, Jakarta - Armenia berharap dapat menyelesaikan perjanjian perdamaian dengan Azerbaijan dalam beberapa bulan mendatang dan menjalin hubungan diplomatik dengannya, kata Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan pada Kamis, 26 Oktober 2023.
Setelah beberapa dekade permusuhan antara Baku dan Yerevan, Azerbaijan bulan lalu merebut kembali wilayah Nagorno-Karabakh yang diperebutkan dalam serangan kilat, yang memicu eksodus massal sebagian besar dari 120.000 etnis Armenia ke negara tetangganya, Armenia.
Sejak saat itu, kedua negara Kaukasus Selatan itu mendeklarasikan keinginan untuk menandatangani pakta perdamaian, meskipun kemajuannya terhambat dan bentrokan perbatasan terus berlanjut.
“Dalam beberapa bulan mendatang (kami berharap) kami akan menandatangani perjanjian perdamaian dan pembentukan hubungan diplomatik dengan Azerbaijan,” kata Pashinyan melalui penerjemah di sebuah forum di Tbilisi yang juga dihadiri oleh perdana menteri Azerbaijan dan Georgia.
Perdana Menteri Azerbaijan Ali Asadov mengatakan kepada forum tersebut bahwa Baku telah berkomitmen terhadap perdamaian dan pemulihan jaringan transportasi dengan Armenia sejak tahun 2020, tetapi kemajuan tersebut bergantung pada kesediaan Yerevan untuk bertindak.
Karabakh, yang dianggap secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, telah diperintah oleh etnis Armenia yang memisahkan diri sejak pecahnya Uni Soviet pada tahun 1990-an hingga bulan lalu.
Pashinyan juga mengatakan pada Kamis bahwa Armenia berharap untuk membuka perbatasannya dengan Turki, sekutu dekat Azerbaijan, bagi warga negara ketiga dan pemegang paspor diplomatik.
Perbatasan itu telah ditutup sejak 1993, ketika Turki memutuskan hubungan dengan Armenia ketika perang berkecamuk antara Yerevan dan Baku terkait Nagorno-Karabakh. Turki menolak membuka kembali perbatasan tanpa penyelesaian damai antara Yerevan dan Baku.
Secara terpisah, Kremlin mengatakan pada Kamis bahwa pihaknya berharap pihak berwenang Armenia akan mengklarifikasi komentar yang dibuat oleh Pashinyan dalam sebuah wawancara dengan Wall Street Journal bahwa dia melihat tidak ada keuntungan dalam mempertahankan pangkalan militer Rusia di Armenia.
Menurut transkrip lengkap wawancara yang diterbitkan oleh kantor berita negara Armenia Armenpress pada Kamis, Pashinyan juga mengatakan bahwa Yerevan “tidak membahas” seruan Rusia untuk menarik pasukannya dari Armenia.
Rusia memiliki beberapa fasilitas militer di Christian Armenia, yang tetap menjadi sekutu perjanjian Moskow. Hubungan memburuk dalam beberapa bulan terakhir, dengan Armenia menuduh Moskow gagal mendukungnya melawan Azerbaijan yang mayoritas penduduknya Muslim, yang juga merupakan sekutu Rusia.
Sebaliknya, Moskow menuduh Pashinyan mengabaikan hubungan dekat tradisional Armenia dengan Rusia dan semakin condong ke arah Barat.
REUTERS
Pilihan Editor: Ukraina Yakin Terpilihnya Ketua DPR AS Baru Tak Akan Pengaruhi Bantuan untuk Kyiv