TEMPO.CO, Jakarta - Partai Pheu Thai berjanji pada Senin 21 Agustus 2023 untuk memenuhi janji pemilu dan mengubah konstitusi. Janji ini disampaikan saat mengumumkan aliansi 11 partai Thailand, mencakup beberapa partai pesaing terkait militer, untuk membentuk pemerintahan koalisi pekan ini.
Parlemen bikameral Thailand telah mengalami kebuntuan selama berminggu-minggu dalam membentuk pemerintahan. Hal ini terjadi setelah pemenang pemilu, Move Forward, menyerah pada tekanan kubu konservatif di parlemen. Ini juga memberi kesempatan Pheu Thai yang berada di posisi kedua mengambil alih upaya pembentukan pemerintahan.
Sementara aliansi yang diusulkan adalah langkah untuk mengakhiri kebuntuan, pakta antara Pheu Thai yang populis dan beberapa musuh lamanya yang terkait dengan militer, dapat memperpanjang kekhawatiran tentang serangan ketidakstabilan baru setelah hampir dua dekade kekacauan terus-menerus.
Parlemen akan memberikan suara pada Selasa 22 Agustus 2023 untuk pencalonan perdana menteri Srettha Thavisin dari Pheu Thai. Ia merupakan seorang maestro real estate berusia 60 tahun yang terjun ke dunia politik hanya beberapa bulan yang lalu.
"Kami yakin Srettha akan lolos pemungutan suara," kata pemimpin Pheu Thai Cholnan Srikaew dalam konferensi pers.
“Kami harus segera bekerja memulihkan ekonomi dan menghasilkan kebijakan yang akan mengembangkan mekanisme stabilitas politik, ekonomi, dan masyarakat,” katanya, usai mengumumkan berapa portofolio kabinet yang akan didapat masing-masing partai.
Pakta Pheu Thai mencakup partai-partai yang dibentuk oleh para jenderal yang berada di belakang kudeta 2006 dan 2014 terhadap pemerintahnya. Junta juga merekayasa penulisan ulang konstitusi untuk mempersulit pemenang pemilu yang tidak disukai oleh kelompok konservatif membentuk pemerintahan.
Sebagian besar warga Thailand tidak setuju dengan gagasan pemerintah koalisi yang mencakup kelompok-kelompok yang didukung militer, sebuah jajak pendapat menunjukkan pada Minggu.
Cholnan mengakui perpecahan politik dalam aliansi tersebut, tetapi mengatakan kekuatan saingan memiliki kewajiban kepada publik untuk tidak menunda pembentukan pemerintahan.
“Selama ini kami menghadapi perpecahan dengan hati yang adil dan tekad untuk mengatasi perpecahan itu,” ujarnya. "Tujuannya sekarang adalah tanggung jawab bersama demi negara."
Aliansi tersebut terdiri dari 314 anggota parlemen dan Srettha membutuhkan 375 suara dari gabungan majelis tinggi dan rendah parlemen untuk disahkan sebagai perdana menteri dan membentuk pemerintahan berikutnya.
Dia akan mengandalkan dukungan dari anggota non-aliansi, termasuk dari Senat yang ditunjuk oleh militer, untuk menyelesaikannya.
Pheu Thai mengatakan akan memimpin pemerintah koalisi yang akan memenuhi janji-janji populis termasuk menangani korupsi, meningkatkan upah minimum dan memberikan bantuan dalam mata uang digital.
Ia juga mengatakan akan terus mengubah konstitusi agar lebih demokratis, tetapi akan menghindari amendemen undang-undang yang terkait dengan monarki.
Rencana berani Move Forward untuk mengubah bagian dari hukum pidana yang melindungi istana dari kritik adalah alasan utama gagalnya tawaran pemerintah.
Partai tersebut telah menolak untuk mendukung upaya multi-partai Pheu Thai, menyebutnya sebagai distorsi hasil pemilu dan bertentangan dengan keinginan publik.
Pilihan Editor: Survei: Mayoritas Warga Thailand Tolak Wacana Koalisi Pheu Thai dan Militer
REUTERS