TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Niger Mohamed Bazoum masih ditahan di istana kepresidenan pada Kamis sore, 27 Juli 2023, dan tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atas negara itu. Tentara, sehari sebelumnya mengumumkan kudeta militer yang memicu kecaman luas.
Prancis, bekas kekuatan kolonial negara itu, dan blok regional Afrika Barat ECOWAS menyerukan pembebasan segera Bazoum. Mereka menyeru Niger kembali ke tatanan konstitusional. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyuarakan hal sama.
Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris mengatakan kerja sama dengan pemerintah Niger bergantung pada "komitmen berkelanjutan terhadap standar demokrasi". Washington mendukung pengambilan tindakan di Dewan Keamanan PBB untuk meredakan situasi di Niger, kata juru bicara misi AS di PBB.
Ketua Komisi Uni Afrika Moussa Faki Mahamat mengatakan dia telah berbicara dengan Bazoum pada Kamis. Ia menekankan, presiden "baik-baik saja", lapor kantor berita Rusia RIA.
Kudeta Niger adalah yang ketujuh di Afrika Barat dan Tengah sejak 2020. Ini dapat memiliki konsekuensi serius bagi kemajuan demokrasi dan perjuangan melawan pemberontakan oleh militan jihadis di wilayah tersebut. Niger adalah sekutu utama Barat.
Seorang pemimpin baru belum diumumkan secara terbuka. Kudeta dimulai oleh pengawal presiden, yang ditarik dari angkatan bersenjata dan biasanya melindungi presiden dan rombongannya, dipimpin oleh Jenderal Omar Tchiani.
Tapi dia tidak termasuk tentara yang mengumumkan pengganti Bazoum di televisi pada Rabu malam. Aneliese Bernard, direktur kelompok penasehat risiko yang berbasis di AS, Penasihat Stabilisasi Strategis, mengatakan kepada Reuters ketidakpastian tetap ada, dan elite politik dan keamanan masih memperdebatkan langkah selanjutnya.
Junta di negara tetangga Niger, Mali dan Burkina Faso telah tumbuh lebih dekat ke Rusia sejak mereka mengambil alih, masing-masing pada 2020 dan 2022. Mereka memutuskan hubungan dengan sekutu tradisional Barat.
Amerika Serikat mengatakan belum melihat indikasi keterlibatan Rusia, atau tentara swasta Grup Wagner Rusia, dalam kudeta di Niger.
Sejak hubungan dengan Burkina Faso dan junta Mali memburuk, peran Niger menjadi semakin penting bagi kekuatan Barat untuk membantu memerangi pemberontakan Sahel. Prancis memindahkan pasukan ke Niger dari Mali tahun lalu.
Pendukung kudeta menggeledah dan membakar markas partai yang berkuasa di Niamey, ibu kota, pada Kamis setelah komando militer menyatakan dukungannya untuk pengambilalihan yang dimulai oleh tentara pengawal presiden.
Kerumunan yang sama sebelumnya berkumpul di depan Majelis Nasional. Beberapa mengibarkan bendera Rusia dan meneriakkan slogan-slogan anti-Prancis, menggemakan gelombang kebencian yang meningkat terhadap bekas kekuatan kolonial Prancis dan pengaruhnya di wilayah Sahel. Niger memperoleh kemerdekaan dari Perancis pada tahun 1960.
TV Negara kemudian menayangkan pernyataan dari kementerian dalam negeri yang mengutuk tindakan vandalisme dan melarang demonstrasi hingga pemberitahuan lebih lanjut.
REUTERS
Pilihan Editor: Kebakaran Hutan Kian Meluas di Yunani, Suhu Melebihi 40 derajat Celcius