TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terpukul dalam jajak pendapat atas undang-undang yudisial yang diperjuangkan oleh koalisi kanan-kerasnya saat ia berupaya mengatasi krisis domestiknya yang paling parah.
Survei yang diterbitkan pada Selasa malam, 25 Juli 2023, oleh dua televisi berita utama Israel menunjukkan bahwa jika pemilihan diadakan sekarang, jumlah kursi yang dipegang oleh koalisi pemerintahan Netanyahu di parlemen Israel atau Knesset yang beranggotakan 120 kursi akan turun dari 64 menjadi 52 atau 53.
Kursi yang dipegang oleh partai Likud Netanyahu akan turun dari 32 menjadi 28, menurut N12 News, dan menjadi 25 kursi dalam survei oleh stasiun televisi Reshet 13.
Pada Senin, koalisi nasionalis-agama Netanyahu, yang dibentuk setelah pemilihan pada 1 November tahun lalu, memberikan persetujuan parlemen untuk undang-undang yang akan membatasi beberapa kekuasaan Mahkamah Agung, meskipun ada protes massa jalanan.
Itu adalah ratifikasi pertama dari RUU yang merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk merombak sistem peradilan.
Sekutu dekat Israel, Amerika Serikat, menyebut pemungutan suara Knesset "disayangkan" dan mendesak kerja menuju konsensus yang luas. Tapi itu tidak memberikan petunjuk bahwa pemerintah Netanyahu dapat menghadapi konsekuensi praktis, mengungkap batas kemampuan Presiden Joe Biden untuk mengendalikan pemimpin sayap kanan yang telah lama menjabat.
Para dokter Israel mengumumkan pemogokan pada Selasa dan lebih banyak tentara cadangan telah meminta untuk menghentikan dinasnya sebagai reaksi publik atas langkah pemerintah sayap kanan.
Militer Israel mengambil tindakan disipliner internal pertama yang diketahui atas protes tersebut. Seorang tentara cadangan didenda 1.000 shekel (sekitar Rp 4 miliar) dan lainnya diberi hukuman penjara 15 hari yang ditangguhkan karena mengabaikan panggilan.
"Ada peningkatan permintaan untuk menghentikan dinas tentara cadangan," kata Brigadir Jenderal Daniel Hagari kepada wartawan Israel dalam pernyataan yang dikonfirmasi oleh juru bicara militer.
"Jika pasukan cadangan tidak melapor untuk bertugas dalam waktu lama, akan ada kerusakan pada kesiapan militer," kata Hagari, menambahkan ini akan menjadi "proses bertahap".
Para pemimpin protes mengatakan semakin banyak tentara cadangan tidak akan lagi melapor untuk bertugas jika pemerintah melanjutkan rencananya.
Musuh-musuh Israel telah mengadakan pertemuan tingkat tinggi untuk mempertimbangkan gejolak dan bagaimana mereka dapat memanfaatkannya, kata sumber yang akrab dengan diskusi tersebut kepada Reuters.
Krisis tersebut telah memecah masyarakat Israel dan memukul ekonomi dengan keras dengan memicu pelarian investor asing, melemahkan shekel dan meningkatkan momok pemogokan umum oleh serikat pekerja sektor publik Histadrut.
REUTERS
Pilihan Editor: Topan Doksuri Libas Filipina, Ancam Taiwan dan China