TEMPO.CO, Jakarta - Inisiatif Thailand mengajak negara-negara anggota perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk membuka dialog dengan junta Myanmar terkesan agak aneh melihat status pemerintahan yang hampir lengser, kata pakar.
Manuver Bangkok, yang diabaikan oleh sebagian besar ASEAN, diharapkan bukan sebuah pembenaran untuk melegitimasi kekuasaan yang dipegang oleh Tatmadaw.
Peneliti senior di bidang Hubungan Internasional dari Badan Riset dan Inovasi Nasional Dewi Fortuna Anwar saat dihubungi Tempo pada Minggu, 18 Juni 2023, menyebut upaya Thailand ini merupakan tanda ada dual track policy dalam ASEAN.
“Harusnya itu untuk membangun mozaik yang utuh,” katanya, menilai upaya itu harus mendukung lima butir konsensus – mencakup penghentian kekerasan dan dialog konstruktif, yang telah disepakati lembaga dalam menyelesaikan krisis di Myanmar.
Selama hampir dua tahun, para jenderal di Myanmar telah dilarang menghadiri pertemuan tingkat senior ASEAN karena gagal menghormati kesepakatan untuk memulai pembicaraan dengan lawan dari pihak pemerintah sipil Aung San Suu Kyi. Pemenang Nobel Perdamaian itu digulingkan dan sekarang tengah dipenjara.
Pemerintah sementara Thailand mengusulkan untuk "sepenuhnya melibatkan kembali" penguasa militer Myanmar. Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai mengundang para timpalannya dari ASEAN ke pertemuan informal pada Minggu, untuk membahas rencana perdamaian yang macet, menurut surat yang dilihat oleh Reuters dan sumber yang mengetahui undangan tersebut.
Negara-negara inti anggota seperti Singapura, Malaysia, Filipina, juga Indonesia sebagai Ketua ASEAN, kompak memutuskan tak menghadiri pertemuan bersama junta militer Myanmar yang diinisiasi oleh Thailand.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah dalam pesan singkat kepada Tempo pada Minggu, mengkonfirmasi Indonesia tidak ikut rapat bersama Myanmar atas inisiatif Thailand itu.
Sementara menteri luar negeri Singapura, Vivian Balakrishnan, mengatakan pada Jumat, bahwa terlalu dini untuk terlibat kembali dengan junta di tingkat puncak atau di tingkat menteri luar negeri.
Kementerian luar negeri Thailand bungkam tentang siapa yang menghadiri pertemuan dua hari di kota resor Pattaya. Menteri Luar Negeri Don Pramudwinai mengirim surat undangan hanya empat hari sebelum dimulai.
Pemerintah Kamboja secara terbuka menyatakan akan datang. Adapun Pemerintah Vietnam sudah mengkonfirmasi menteri luar negerinya tidak akan hadir "karena keterlibatan sebelumnya".
Don mengatakan kepada outlet berita lokal Matichon pada Minggu, bahwa inisiatif tidak resmi dimaksudkan untuk melengkapi, bukan menggantikan, upaya yang dipimpin ASEAN – anggota bebas untuk hadir atau tidak.
“Situasi saat ini telah banyak berubah. Sekarang ada lebih banyak pertempuran di Myanmar," katanya seperti dikutip Reuters. "Myanmar juga memiliki peta jalan menuju pemilu... Hal-hal ini membuat kami perlu melanjutkan interaksi kami dengan Myanmar."